Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah makin kuat seiring dengan pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dan kebijakan fiskal pemerintah.
Data Kementerian Keuangan mencatat, hingga 31 Agustus 2025 defisit APBN mencapai Rp 321,6 triliun atau setara 1,35% produk domestik bruto (PDB). Angka ini jauh lebih lebar dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 153,4 triliun (0,69% PDB).
Pelebaran defisit sejalan dengan melambatnya penerimaan negara. Realisasi pendapatan hingga Agustus hanya Rp 1.638,7 triliun atau 57,2% dari outlook APBN 2025, turun 6,2% secara tahunan. Sementara itu, belanja negara sudah mencapai Rp 1.960,3 triliun atau 55,6% dari outlook, lebih besar dibandingkan pendapatan.
Baca Juga: Polri Beberkan 295 Anak Terlibat Kerusuhan Agustus, 68 Diproses Lewat Diversi
Di tengah kondisi ini, pemerintah mengambil langkah agresif dengan memindahkan Rp 200 triliun dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari Bank Indonesia (BI) ke bank-bank Himbara untuk disalurkan ke kredit perumahan, koperasi, dan sektor produktif lainnya.
Namun, kebijakan fiskal ini justru memengaruhi kemampuan BI menjaga stabilitas rupiah. Dana pemerintah di BI selama ini menjadi salah satu sumber likuiditas bagi operasi moneter. Dengan pemindahan tersebut, cadangan likuiditas BI berkurang, sementara beban burden sharing masih berjalan. Alhasil, rupiah terus melemah, bahkan sudah menembus Rp 16.680 per dolar AS pada Rabu (24/9).
Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky, menilai kebijakan fiskal yang ekspansif dan tekanan terhadap BI telah menambah beban rupiah. Ia menyebut anomali kurs rupiah terhadap dolar AS sudah terjadi sejak Maret 2025.
"Kondisi anomali kurs Rupiah dibanding USD Index terjadi sejak Maret 2025, dimana USD index yang kembali ke level pelemahan tidak diikuti oleh penguatan Rupiah, dan ini terus berlanjut sampai hari ini," jelas Yanuar kepada Kontan, Rabu (24/9).
Menurutnya, ada dua faktor yang kuat menekan rupiah hingga kini sudah turun dalam ke level Rp 16.680 per dolar AS pada Rabu (24/9) dari awal Maret yang masih di level Rp 16.506 per dollar AS.
Pertama, dari sisi persepsi, bahwa Indonesia mengalami tekanan fiskal akibat melebarnya defisit akibat menurunnya penerimaan negaranya menurun akibat penurunan daya beli, industri dan pelemahan harga komoditas ekspornya.
Kedua, secara teknikal, ada tekanan populis dari kebijakan Bank Indonesia menunjukkan suku bunga acuannya (BI Rate), yang menyebabkan volatilitas pasar uang melebar yang ditandai melemahnya Rupiah
Ia menambahkan, surplus neraca perdagangan pun tidak memberi dampak positif ke rupiah karena devisa hasil ekspor tidak kembali ke sistem perbankan nasional. Surplus lebih banyak tercipta akibat turunnya impor, termasuk bahan baku industri.
Struktur cadangan devisa Indonesia juga didominasi aset surat berharga negara (SBN), bukan arus modal asing.
"Jadi, Rupiah anjlok karena likuiditas M2 di pasar keuangan dilakukan via operasi moneter BI, bukan dari arus dana asing di pasar modal," ungkap Yanuar kepada Kontan, Rabu (24/9).
Sehingga dengan pemindahan Kas Negara dari BI ke Himbara, membuat kemampuan BI melakukan operasi moneter semakin terbatas. Dengan kata lain, dalam kondisi global yang ketat, tumpuan stabilitas rupiah hanya pada BI. Tapi sumber daya BI justru dipangkas lewat kebijakan fiskal, maka menurutnya wajar rupiah makin tertekan
"Dipindah SAL ya akan mengurangi sisi sumber dana BI untuk melakukan operasi stabilitas moneter itu sendiri, disaat tumpuannya adalah BI dengan mengeringnya ekses likuiditas global di pasar keuangan kita," ujarnya.
Ia mengingatkan, seperti kritik Keynes terhadap teori likuiditas Friedman, penyuntikan uang ke pasar keuangan di tengah ketidakpastian justru berisiko memicu spekulasi berlebihan.
“Jadi natural hedging memang akan dilakukan untuk posisi kurs itu sendiri (terjadi lewat pelemahan kurs rupiah),” tegas Yanuar.
Baca Juga: RUU Ketenagakerjaan Dibahas: Buruh Tuntut Upah Layak, Pengusaha Tekankan Iklim Usaha
Selanjutnya: Oracle Terbitkan Obligasi Rp 247,5 Triliun untuk Perkuat Bisnis Cloud dan AI
Menarik Dibaca: Lagu Tabola Bale & Stecu-Stecu Masuk Daftar TikTok Songs of The Summer 2025 Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News