Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target tax ratio atau rasio pajak pemerintah tahun 2025 sebesar 10,03% diperkirakan sulit tercapai.
Hingga kuartal III-2025, realisasi tax ratio Indonesia baru mencapai 8,88% dalam arti sempit, atau 8,58% bila dihitung secara kumulatif periode Januari–September 2025.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, kinerja penerimaan pajak masih tertekan akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Tax Ratio Kuartal III-2025 Melemah, Target Pemerintah 10% Terancam Meleset
Ia menjelaskan, karakteristik penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical, alias mengikuti siklus ekonomi.
“Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, kinerja penerimaan pajak atau tax ratio juga ikut melemah dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (9/11/2025).
Fajry mengakui, faktor restitusi pajak sempat menekan penerimaan pada awal tahun, tetapi dampaknya seharusnya terbatas hanya pada kuartal I-2025.
Ia juga menyoroti pemutakhiran data Produk Domestik Bruto (PDB) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang turut memengaruhi perhitungan rasio pajak.
“Pemutakhiran tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan penerimaan, karena penerimaan sudah dipajaki sebelumnya. Pembilangnya tetap, tetapi penyebutnya bertambah,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, Fajry menilai target tax ratio 2025 akan sulit tercapai.
Baca Juga: Bahlil: Soeharto Sangat Layak Pahlawan Nasional, Ini Buktinya
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kenaikan rasio pajak hanya sekitar 0,6% terhadap PDB meski pemerintah sudah melakukan berbagai upaya intensif.
“Jadi kemungkinan besar tax ratio 2025 masih di bawah 10% dari PDB,” imbuhnya.
Meski begitu, Fajry masih melihat peluang perbaikan apabila pemerintah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi signifikan di kuartal IV-2025.
“Menteri Keuangan Purbaya sendiri yakin ekonomi bisa tumbuh 5,5%. Tapi saya tetap ragu target tax ratio tahun ini bisa tercapai,” ujarnya.
Penurunan Tax Ratio Dinilai Bersifat Teknis dan Temporer
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai, tax ratio kuartal III-2025 merupakan level terendah sejak masa pandemi Covid-19, turun dibandingkan 9,48% pada periode sama tahun 2024.
Baca Juga: Istana Jelaskan Alasan Soeharto dan 9 Tokoh Lain Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Menurut Ariawan, penurunan ini tidak disebabkan perlambatan ekonomi, melainkan faktor teknis dan kebijakan jangka pendek.
Ia menjelaskan, hingga Agustus 2025 nilai restitusi pajak melonjak 40,3% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 304,3 triliun.
Kenaikan tersebut membuat penerimaan pajak netto menurun, karena sebagian dana harus dikembalikan kepada wajib pajak.
Selain itu, pola pembayaran angsuran PPh Badan juga mencerminkan kinerja perusahaan pada tahun sebelumnya. Bila kinerja 2024 tertekan, dampaknya baru terlihat pada penerimaan pajak tahun berjalan.
“Selain faktor ekonomi dan restitusi, gangguan implementasi sistem Coretax yang sedang diperbarui oleh Direktorat Jenderal Pajak turut memengaruhi,” ujarnya.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Ariawan memperkirakan realisasi tax ratio 2025 hanya berada di kisaran 9,5%–9,7% dari PDB.
“Secara historis, kuartal IV menyumbang sekitar 30–35% dari total penerimaan tahunan. Bila realisasi sampai Desember hanya 95–96% dari target, tax ratio bisa terkoreksi signifikan,” kata Ariawan.
Baca Juga: Alasan Prabowo Anugerahi Soeharto Gelar Pahlawan Nasional 2025
Pemerintah Tetap Optimistis
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperkirakan tax ratio 2025 masih akan berada di kisaran 10% PDB, tidak jauh berbeda dengan capaian 2024 yang mencapai 10,08% PDB.
Ia berharap kebijakan fiskal pada dua kuartal terakhir, termasuk stimulus ekonomi dan insentif pajak, dapat membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara.
“Kalaupun naik, (rasio pajak) kenaikannya akan sedikit,” kata Purbaya.
Meski begitu, ia tetap optimistis rasio pajak tahun depan dapat tumbuh minimal 0,5% lebih tinggi dari tahun ini.
Selanjutnya: Atasi Perang Tarif, OJK Siapkan Batas Bawah Tarif IJP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













