kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tax Ratio Indonesia Cenderung Rendah, Ini Penyebabnya


Minggu, 20 November 2022 / 13:38 WIB
Tax Ratio Indonesia Cenderung Rendah, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Priok, Kamis (3/2/2022). Tax Ratio Indonesia Cenderung Rendah, Ini Penyebabnya.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rasio pajak Indonesia cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio pajak pada tahun 2019 mencapai 8,42% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian pada tahun 2020 menurun menjadi 6,95% terhadap PDB.

Meskipun pada akhirnya, di tahun 2021 kembali naik menjadi 7,53% namun angka tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan rasio pajak 2019. 

Begitu juga dengan rasio pajak yang hanya ditargetkan sebesar 8,17% pada tahun 2030, atau lebih rendah dibandingkan dengan outlook tahun ini yang sebesar 8,35%.

Mengutip dari buku Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2020-2024, terdapat beberapa faktor yang masih membebani rasio pajak Indonesia. 

Pertama, ketergantungan terhadap komoditas sumber daya alam (SDA) membuat ekonomi Indonesia sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar Internasional. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengandalkan komoditas SDA untuk ekspor dan penggerak aktivitas ekonomi.

Baca Juga: Panyaluran Kredit CIMB Niaga Capai Rp 194,7 Triliun Hingga September 2022

"Oleh karena itu, penurunan permintaan pasar Internasional atas komoditas dalam negeri atau pelemahan harga komoditas di pasar Internasional dapat berdampak negatif terhadap penerimaan pajak," dikutip dari buku tersebut, Minggu (20/11).

Kedua, Indonesia merupakan negara kedua di dunia, setelah Vietnam, dengan kontribusi sektor pertanian tertinggi terhadap PDB. 

Sebagian besar pelaku usaha pada sektor ini belum menjadi pembayar pajak aktif karena salah satunya memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Meskipun jika memiliki penghasilan melebihi PTKP, sektor pertanian ini cenderung hard-to-tax.

Oleh karena itu, meskipun kontribusi sektor ini terhadap PDB adalah 12,8%, kontribusi pajaknya hanya 1,9% dari total penerimaan pajak sehingga berdampak minimal terhadap penghitungan tax ratio.

Baca Juga: Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia Kembali Turun di Kuartal III-2022

Ketiga, UMKM yang menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia serta menyumbang 60% dari PDB di sektor perdagangan juga berpengaruh terhadap penerimaan pajak. 

Apalagi, pemerintah masih memberikan fasilitas pajak, terutama pemberlakuan tarif pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto.

Sementara dari sisi perpajakan, kebijakan pajak yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dan melindungi masyarakat serta pelaku usaha berpenghasilan rendah memang bisa memicu pertumbuhan ekonomi dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak untuk jangka panjang.

Baca Juga: Bank-Bank Swasta Ini Cetak Laba pada Kuartal III-2022, Ini Rekomendasi Sahamnya

Hanya saja, memiliki efek trade-off terhadap penerimaan pajak dan tax ratio untuk jangka pendek, seperti penyesuaian besaran PTKP, penyesuaian batasan Pengusaha Kena Pajak (PJP),serta tarif pajak khusus bagi UMKM.

Sementara dari sisi administrasi, permasalahan yang dihadapi oleh Ditjen Pajak terkait dengan masih rendahnya tax ratio juga disebabkan oleh kapasitas administrasi yang belum optimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×