Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Mundurnya pembahasan Rancangan Undang-undang pengampunan pajak (tax amnesty), menjadi salah satu alasan pemerintah harus merevisi target penerimaan pajak tahun 2016. Pasalnya, aturan itu masih belum bisa berlaku dan berimbas.
Padahal, tax amnestym enjadi andalan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak tahun 2016, sebesar Rp 1.360 triliun. Sementara itu, penerimaan pajak tahun 2015 saja kemungkinan meleset dari target yang sebesar Rp 1.294 triliun.
Melihat perkembangan tersebut, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai target pajak tahun 2016 tidak realistis. "Paling realistis target pajak tahun 2016 hanya tumbuh 15% dari realisasi 2015," kata Yustinus, Rabu (16/12) di Jakarta.
CITA memperkirakan realisasi penerimaan pajak tahun 2015 berdasarkan prognosa hanya sebesar Rp 1.015 triliun. Nah, berdasarkan itu maka target penerimaan pajak yang paling realistis menurut CITA sekitar Rp 1.167,25 triliun.
Selain masalah tax amnesty, revisi dianggap perlu dilakukan karena kemampuan pemerintah untuk mengejar target tidak cukup. Penerimaan pajak, selama ini masih mengandalkan Paak Pertambahan Nilai (PPN), yang sangat tergantung pertumbuhan industri.
Kenyataannya, pertumbuhan industri yang selama ini diandalkan seperti komoditas, perkebunan dan pertambangan sedang melambat. Di sisi lain, kemampuan pemerintah untuk menarik Pajak Penghasilan (PPh) badan masih stagnan, hanya PPh pasal 21 yang meningkat. itupun berasal dari PPh orang pribadi.
Supaya bisa memperbaiki kondisi itu, pemerintah harus mendorong kepatuhan membayar pajak, terutama dari WP orang pribadi. Namun, hal ini menjadi tantangan ketika DIrektorat Jenderal Pajak masih belum mendapatkan kepercayaan penuh masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News