kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tantangan Indonesia Bisa Naik Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Atas


Selasa, 22 Februari 2022 / 14:35 WIB
Tantangan Indonesia Bisa Naik Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Atas
ILUSTRASI. Indonesia berpeluang naik kelas dan masuk kategori negarah berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) di tahun ini


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia berpeluang naik kelas dan masuk kategori negarah berpenghasilan menengah ke atas (upper middle income) di tahun ini setelah turun menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah imbas dari adanya pandemi Covid-19.

“Untuk bisa kembali naik kelas, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2022 harus dijaga momentumnya agar berada pada kisaran 5,2%,” ujar Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti kepada Kontan.co.id, Selasa (22/2).

Dari hasil exercise Bappenas, jika ekonomi Indonesia dapat tumbuh pada kisaran tersebut di tahun 2022, maka perekonomian tahun 2022 itu akan membawa status Indonesia kembali ke upper middle income.

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi di 2022 juga akan bergantung pada keberhasilan pengendalian pandemi yang didukung kedisiplinan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan dan vaksinasi. Selain itu, jika dari APBN pencapainnya maksimal, maka dari segi investasi dapat memenuhi target, dan dari konsumen serta sektor industri juga akan pulih.

Baca Juga: Indonesia Bisa Naik Kelas Lagi ke Negara Berpenghasilan Menengah Atas, Ini Syaratnya

Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan, untuk lepas dari middle income trap jika yang diandalkan hanya komoditas akan repot juga. Menurutnya, kenaikan harga komoditas seperti sawit dan batubara tidak dapat diprediksi apakah sampai di tahun 2023 atau tidak.

“Yang jelas International Monetary Fund (IMF) memperkirakan bahwa terjadi perlambatan ekonomi secara global, karena 3 faktor utama yaitu inflasi yang cukup tinggi, masih berlangsungnya pandemi dan gangguan rantai pasok”, kata Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (22/2).

Lebih lanjut, Bhima mengatakan, gangguan rantai pasok atau distribusi logistik membuat biaya produksi cukup naik secara signifikan dan biaya pengiriman untuk ekspor naik 3 hingga 4 kali lipat.

“Tantangan lainnya selain adanya pemulihan ekonomi global yang lebih lambat dari perkiraan awal adalah tantangan yang sifatnya struktural. Contohnya perizinan di Indonesia masih berbelit-belit meskipun sudah adanya UU Cipta Kerja”, tambahnya.

Selain itu, masih besarnya tingkat korupsi di Indonesia membuat investasi menjadi tidak berkualitas. Hal ini bisa dilihat dari Indonesia Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang berada pada posisi 8.

“Semakin tinggi ICORE artinya semakin banyak modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang sama. Dan di negara-negara ASEAN lainnya, ICOR Indonesia adalah yang tertinggi,” imbuh Bhima.

Dengan begitu, hal ini membuat investor banyak yang mengalihkan investasinya ke negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam.

Baca Juga: Ingin Jadi Negara Penghasilan Menengah Atas, Indonesia Perlu Genjot Manufaktur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×