Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
Dengan demikian, keputusan tersebut dinilai melebihi kepatuhan dan tidak sesuai dengan kesalahan yang dilakukan kliennya. Terlebih, hukuman berat tersebut hanya diukur berdasarkan potensi kerugian negara.
"Sementara aset dari Jiwasraya tidak pernah dihitung secara baik dan benar oleh BPK karena dalam transaksi tidak mungkin ada total loss (kehilangan secara total) dan aset Jiwasraya dianggap tidak ada nilainya," kata Maqdir.
Menurut Maqdir, hal itu sebagai bentuk perbuatan zalim atas nama penegakan hukum. Padahal waktu itu, pernah disampaikan oleh ahli bahwa pidana terkait pasar modal tidak bisa ditarik ke perbuatan korupsi karena UU Pasar Modal tidak menyertakan hal tersebut.
Baca Juga: Banding kasus korupsi Jiwasraya, vonis Direktur Maxima dipangkas jadi 18 tahun
Sayangnya penasihat hukum Syahmirwan, Suminto Pujiharjo belum bisa mengungkapkan apa upaya lanjutan setelah banding. Ia masih menunggu pemberitahuan resmi dari pengadilan serta menunggu salinan putusan tersebut.
"Jadi kami belum bisa menyampaikan pendapat. Setelah ada pemberitahuan resmi, kami pasti akan pelajari dulu. Setelah itu kami bicarakan dengan klien dan mengambil upaya hukum lebih lanjut yaitu kasasi ke MA," ungkapnya.
Sementara itu, pengacara Hary, Rudianto Manurung belum mau memberi tanggapan terkait putusan tersebut. Di pihak lain, pengadilan menolak banding yang diajukan oleh Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat karena disebut memberi suap dan gratifikasi kepada manajemen terkait investasi saham dan reksadana milik Jiwasraya
Selanjutnya: Pengadilan Tinggi Jakarta pangkas vonis mantan pejabat Jiwasraya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News