Reporter: Fahriyadi | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) berencana menerapkan electronic road pricing (ERP) alias jalan berbayar secara elektronik di sejumlah kota di Indonesia, yang punya masalah dengan kemacetan lalu lintas.
Menteri Perhubungan Evert Ernest Mangindaan mengatakan, regulasi ini akan dijalankan oleh pemerintah daerah (pemda). Pemerintah pusat hanya akan memberikan pendampingan dalam penerapan ERP. "Diharapkan ERP bisa dilakukan simultan di berbagai kota besar, seperti Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar," katanya kemarin.
Menurut Mangindaan, pemberlakuan ERP bisa mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Ujungnya, kebijakan tersebut bisa mengurangi kemacetan lalu lintas.
Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah melakukan uji coba dan persiapan untuk menerapkan ERP di Jalan Jenderal Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, dan Jalan H.R. Rasuna Said. Rencananya, Pemprov DKI akan resmi memberlakukan ERP untuk mulai tahun depan. Kemacetan Ibukota RI yang semakin parah menjadi alasan Pemprov DKI menerapkan jalan berbayar tersebut.
Elly Sinaga, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhub, menambahkan, penerapan ERP juga akan berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan angkutan umum dan penurunan subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Diharapkan nanti akan ada dana bergulir dari ERP yang dialokasikan khusus untuk biaya perbaikan dan peningkatan pelayanan angkutan umum," ujar Elly.
Cuma, Danang Parikesit Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), mengingatkan, agar pemerintah pusat untuk mengevaluasi kualitas dan kapasitas angkutan umum di kota-kota yang akan menerapkan ERP. "Pemerintah jangan menjadikan ERP sebagai single instrument untuk mengendalikan kemacetan," katanya.
Menurut Danang, ERP adalah pelengkap dari kebijakan yang mewajibkan pemda menyediakan angkutan umum yang baik. Makanya, dia mendesak agar penerapan ERP setelah semua angkutan umum yang nyaman siap digunakan masyarakat.
Jangan sampai meniru kekeliruan Pemprov DKI yang akan menerapkan ERP tahun depan, tapi mass rapid transit (MRT) baru beroperasi tiga tahun kemudian yakni tahun 2018 mendatang.
Kesalahan ini harus menjadi bahan evaluasi dan tak diikuti pemda lainnya. Soalnya, "Saya khawatir perspektif ERP dari pemerintah daerah hanya sekadar mengutip dana dari masyarakat tanpa ada upaya memperbaiki angkutan umum," ujar Danang.
Hal lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah, dalam pembuatan regulasi ERP harus dicantumkan kriteria kota yang bisa menerapkan proyek ini. Jika tidak, pelaksanaan ERP berpotensi dimanfaatkan oleh kepala daerah untuk mencari keuntungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News