Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah akan menggunakan anggaran dari pos lain untuk memberikan bantuan maupun santunan kepada korban gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI).
Hal ini menanggapi pernyataan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang mengatakan bahwa Kemensos tidak memiliki anggaran untuk memberikan santunan kepada korban maupun keluarga korban gagal ginjal akut.
"Sedang diupayakan menggunakan alokasi dana yang lain," kata Muhadjir Effendy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/3/2023).
Kendati begitu, ia tidak memerinci secara jelas dari program mana anggaran santunan korban tersebut dialokasikan. Yang jelas kata Muhadjir, bantuan untuk korban gagal ginjal akut akibat keracunan obat sirup menjadi salah satu prioritas pemerintah.
Baca Juga: BPOM Beberkan Hasil Uji Laboratorium Obat Sirup Praxion, Aman atau Tidak?
Sebelumnya ia juga menyampaikan, pemerintah akan memastikan korban gagal ginjal akut mendapatkan perhatian.
"Ya, bantuan untuk korban gagal ginjal akut menjadi prioritas pemerintah," ucap Muhadjir.
Sebelumnya diberitakan, Mensos Risma mengaku tidak punya anggaran untuk menyantuni korban gagal ginjal yang saat ini berjumlah ratusan orang, di antaranya korban yang sudah meninggal dunia dan korban yang masih rawat jalan.
Risma mengungkapkan, ia sudah menyampaikan pesan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
"Kami kan enggak ada anggarannya. Duit dari mana anggarannya? Kalau itu, nanti harus cuci darah. Itu kan tidak bisa sekali, kan harus berkali kali. Duit dari mana kami, berat biayanya," kata Risma saat ditemui di Gedung Kemensos, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2023).
"Makanya kemarin saya sudah matur ke Pak Menko PMK, 'Pak, kami enggak ada uang'. Kalau (santunan) dikasih satu kali, terus dia cuci ginjal, terus dari mana duitnya begitu. Jadi kami tidak ada anggaran untuk itu," ungkap Risma.
Risma menuturkan, untuk memberikan bantuan, ia kerap bekerja sama dengan beberapa platform, yakni Kita Bisa dan Benih Baik.
Dengan demikian, bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan turut dibantu oleh masyarakat yang menyumbang, tak seluruhnya anggaran kementerian.
Lebih lanjut Risma menyampaikan, anggaran di balai-balai Kemensos sudah mengalami penurunan hingga Rp 300 miliar. Begitu pula anggaran bencana yang turun sekitar 50 persen.
Adapun balai-balai ini diisi oleh orang-orang yang membutuhkan, meliputi ODGJ, anak telantar, orang telantar, anak sakit, hingga tempat rehabilitasi.
"Makanya saya itu harus hati-hati sekali gunakan ini. Saya kan harus hitung-hitung supaya nanti satu tahun anggaran itu cukup, gitu lho," ujar Risma.
Sebagai informasi, gagal ginjal akut pada anak sebelumnya dinyatakan sebagai penyakit misterius karena belum diketahui penyebabnya. Belakangan diketahui, kasus ini disebabkan oleh keracunan obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
Baca Juga: Apa Itu Obat Fomepizole untuk Pasien Gagal Ginjal Akut?
Zat kimia berbahaya itu sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, namun cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diperbolehkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol.
Cemaran ini tidak membahayakan sepanjang tidak melebihi ambang batas.
Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, sebanyak 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang.
Tak berhenti sampai situ, para korban menggugat Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan. Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Ada Anggaran Santunan Korban Gagal Ginjal, Menko PMK: Diupayakan Pakai Dana yang Lain"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News