kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Swap hedging renminbi akan sepi peminat


Selasa, 05 Desember 2017 / 20:29 WIB
Swap hedging renminbi akan sepi peminat


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi swap lindung nilai (hedging) dalam mata uang Offshore Chinese Renminbi (CNH) yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI) diperkirakan belum akan banyak dimanfaatkan. Dengan demikian, fasilitas ini belum besar pengaruhnya dalam menjaga stabilitas kurs rupiah.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, transaksi perdagangan internasional antara Indonesia dengan China memang sangat besar. Bahkan, China menjadi mitra dagang utama Indonesia.

Namun menurutnya, pengusaha baik eksportir maupun importir kelihatannya belum akan menggunakan mata uang lokal dalam bertransaksi. Sebab, ada kecenderungan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan.

"Di sisi lain, risiko rugi kurs lebih kecil dibanding menggunakan renminbi atau rupiah. Dengan kondisi ini maka realisasinya (transaksi swap hedging renminbi akan kecil," kata Juniman kepada Kontan.co.id, Selasa (5/12).

Ia menjelaskan, prospek dollar AS ke depan cenderung menguat terhadap seluruh mata uang di tahun depan. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Fed) dan normalisasi neraca The Fed.

Fasilitas ini lanjut dia, baru akan digunakan saat kondisi kedua negara, yakni Indonesia dan China genting. "Dalam artian mata uang masing-masing negara tertekan hebat, paling enggak pemerintah masing-masing negara akan paksa perdagangan mereka dengan swap itu," tambah dia.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih sebelumnya juga mengatakan kemungkinan biaya hedging dalam yuan membutuhkan biaya yang besar. Mengingat, likuiditas yuan belum banyak.

Lana bilang ekspotir dan importir Indonesia-China juga lebih senang memegang dollar AS. "Bank siap tidak mengeluarkan itu? Kalau iya, mau cari dari mana? Karena yuan tidak likuid," katanya.

Meski demikian, ia menyambut hal positif langkah BI. Sebab, saat ini banyak proyek-proyek infrastruktur yang bekerja sama dengan China. Fasilitas ini lanjutnya, bertujuan untuk menghindari kerugian dari selisi kurs.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×