Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Aktivitas belanja masyarakat mulai meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024.
Hal ini tercermin dari Mandiri Spending Index (MSI) per awal Desember 2024 berada di level 228,0, atau meningkat dibandingkan MSI di awal November 2024 (223,4) dan awal Oktober 2024 (226,0).
Dari pola-pola tahun sebelumnya, belanja di periode Nataru baru meningkat mulai minggu kedua Desember hingga awal Januari.
Bila melihat laporan MSI per 8 Desember 2024, belanja yang meningkat umumnya berkaitan dengan pola musiman.
Baca Juga: Menko Airlangga Targetkan Transaksi Bina Diskon 2024 Tembus Rp 20 Triliun
Tren kenaikan belanja di awal Desember ditunjukkan oleh kelompok household (rumah tangga), mobility (mobilitas), dan leisures atau belanja yang dilakukan untuk kebutuhan rekreasi, hiburan, dan aktivitas santai.
Untuk kelompok belanja rumah tangga, terjadi peningkatan sesuai pola musiman. Biasanya belanja di Nataru meningkat seiring adanya berbagai promosi penjualan.
Kemudian untuk kelompok mobilitas, kenaikan belanja disokong oleh pembelian tiket pesawat, transportasi, dan travel.
“Kenaikan belanja airlines dan travel mengindikasikan rencana perjalanan di akhir tahun, sementara transportasi terutama terkait dengan mobilitas jarak pendek seperti bus dan taksi, dan jarak menengah seperti kereta (termasuk kereta cepat Whoosh),” mengutip laporan tersebut, Minggu (22/12).
Baca Juga: BNI Siapkan Uang Tunai Rp 19,74 Triliun di Periode Libur Natal 2024 & Tahun Baru 2025
Sedangkan untuk kelompok leisures, peningkatan terutama dari sub kelompok sport, hobi, entertainment dan perawatan kecantikan. Sedangkan belanja untuk hotel, DS and beauty care, serta jewelry tercatat turun.
Meski begitu terdapat beberapa jenis belanja yang tercatat turun jelang Nataru, yakni belanja barang konsumsi, belanja kebutuhan rumah tangga, elektronik, belanja pendidikan, dan medis.
Di samping itu, proporsi belanja ke supermarket tercatat turun untuk semua kelompok masyarakat.
Dibanding puncak proporsi belanja supermarket di September 2024, penurunan proporsi belanja supermarket saat ini paling dalam terjadi di kelompok rendah -7,1 persen poin (pp), diikuti kelompok menengah -3,8 pp, dan kelompok atas mengalami kontraksi -1,4 pp.
MSI mencatat, penjualan supermarket terus turun sejak akhir Oktober 2024 hingga saat ini. Hal ini mungkin mengidikasikan adanya shifting belanja kebutuhan sehari-hari dari modern market (supermarket dan minimarket) ke pasar tradisional dan channel belanja online, yang mungkin didorong oleh rasionalisasi pilihan harga yang lebih murah.
Baca Juga: Avia Avian (AVIA) Bidik Program 3 Juta Rumah
Hal ini lebih terlihat pada kelompok bawah dan menengah. Jika membandingkan proporsi terbesar belanja supermarket yang terjadi di September 2024, penurunan proporsi belanja supermarket paling dalam terjadi di kelompok bawah, diikuti kelompok menengah, dan kelompok atas -1,4 pp.
Lebih lanjut, MSI juga mencatat, tren konsumsi masyarakat Indonesia menunjukkan perubahan yang signifikan dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan data terbaru, proporsi pengeluaran untuk makan di luar, yang direpresentasikan oleh belanja restoran, mengalami penurunan dari posisi tertingginya pada Juni 2023 sebesar 21,2% menjadi 17,8% pada November 2024.
Sebaliknya, belanja kebutuhan makanan dan minuman di supermarket, yang menjadi proksi untuk makan di rumah, terus meningkat dari 10,1% pada akhir 2022 menjadi 21,1% pada periode yang sama.
“Kalau restoran karena kemungkinan banyak masyarakat yang pilih masak dan makan di rumah,” kata Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro kepada Kontan, Minggu (22/12).
Lebih lanjut, Asmo sapaan akrab Andry Asmoro mengungkapkan, pada periode kuartal I 2025 mendatang, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap kuat. Namun bila dibandingkan dengan kuartal I 2024 tampaknya akan menurun, sebab pada awal tahun ini ada efek pemilu.
Baca Juga: Strategi Peritel Mal Maksimalkan Momentum Nataru untuk Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
“Ada faktor puasa dan lebaran mestinya bisa jadi dorongan belanja di kuartal I 2025. Namun secara tahunan bisa terbatas krn ada ‘high based effect di kuartal I 2024,” ungkapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyampaikan, konsumsi masyarakat pada awal tahun depan diperkirakan akan menurun.
Pertama, kenaikan UMP sebesar 6,5% akan membebani pengusaha, sehingga pengusaha tersebut meneruskan bebannya kepada konsumen dengan menaikkan harga produk.
Kedua, imbas dari kenaikan PPN menjadi 12%, maka beban konsumen akan bertambah, plus dengan adanya kenaikan harga. “Konsumen akan mengurangi konsumsinya kalo harga produk lebih mahal,” tutur Esther.
Baca Juga: Bisnis Taman Bermain di Mal Meriah, Banyak Permintaan
Bahkan, hal buruk lainnya yang bisa terjadi adalah, ketika penjualan menurun, maka pengusaha bisa melakukan efisiensi perusahaan dengan melakukan pengurangan karyawan. Alhasil, badai PHK akan semakin bertambah.
“Ini akan melesukan perekonomian. Kenaikan PPN berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Selanjutnya: Ekonom Proyeksi Ekonomi Indonesia Tetap Kuat Meski ada Kebijakan PPN 12%
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Minum Air Kelapa Hijau Rutin untuk Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News