Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja neraca perdagangan Indonesia masih akan mencatatkan surplus meski mengalami penyusutan pada April 2024.
Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2024 akan mencapai US$ 3,15 miliar, atau lebih rendah dibandingkan dengan capaian surplus pada bulan sebelumnya yang sebesar US$ 4,47 miliar.
Banjaran memperkirakan, ekspor pada April 2024 akan kembali tumbuh positif di kisaran 6%, setelah bulan sebelumnya terkontraksi 4,19%. Namun kenaikan impor yang lebih tinggi sebesar 9,37% menyebabkan surplus neraca perdagangan lebih rendah.
"Tumbuhnya impor seiring kembali normalnya aktivitas produksi pasca Idul Fitri," kata Banjaran kepada Kontan.co.id, Selasa (14/5).
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga BI Diharapkan Picu Dana Asing Kembali ke Pasar Dalam Negeri
Ia melihat, ke depan Indonesia akan memasuki siklus spending yang menurun terutama berkaitan dengan kebutuhan biaya pendidikan di sisi retail sehingga impor akan mereda.
"Ada kesempatan surplus meningkat terutama disebabkan potensi kenaikan harga sawit setelah produksi Malaysia stagnan diiringi demand masih tinggi dari emerging market," katanya.
Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan surplus neraca perdagangan akan berada pada kisaran US$ 3,5 miliar hingga US$ 4 miliar. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan kinerja ekspor dan impor.
Riefky menyebut, kinerja ekspor mengalami penurunan dikarenakan adanya ketidakpastian global serta penurunan aktivitas produksi akibat adanya periode libur lebaran.
"Impor juga turun akibat ketidakpastian global, tetapi dugaan kita ekspor turun lebih dalam dari impor sehingga neraca perdagangan sedikit menurun," kata Riefky.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Berkutat di Kisaran 5%
Ekonom Bank Permata Faisal Rachman memperkirakan surplus neraca dagang pada April 2024 sebesar US$ 3,4 miliar. Ini juga menyusut jika dibandingkan surplus pada periode sebelumnya.
"Ini karena faktor seasonal juga. Karena kalau di April ini kan ada libur lebaran yang seminggu itu. Jadi memang biasanya banyak ekspor maupun impor itu kita lihat secara bulanannya akan terkontraksi karena sedikitnya hari kerja," kata Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News