Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, peluang Indonesia terbebas sepenuhnya dari kebijakan tarif resiprokal yang akan diberlakukan Amerika Serikat (AS) sangat kecil.
Namun demikian, ia optimistis hasil negosiasi yang tengah berlangsung masih bisa memberi keuntungan bagi Indonesia.
“Terbebas rasanya tidak mungkin, tetapi mendapat hasil negosiasi yang menguntungkan rasanya sangat mungkin,” kata Wijayanto kepada Kontan.co.id, Kamis (3/7).
Baca Juga: Negosiasi Tarif Resiprokal, Indonesia – AS Teken MoU Peningkatan Impor 7 Juli 2025
Ia menyebutkan, ada tiga variabel utama yang perlu diperjuangkan dalam perundingan antara Indonesia dan AS.
Ketiganya adalah: besaran tarif, cakupan produk yang dikenakan tarif, dan bentuk take and give atau timbal balik yang didapat oleh kedua negara.
“Tarif pasti tetap diterapkan, hanya berapa persen, terhadap produk apa saja, dan apa take & give Indonesia-AS. Itu adalah tiga variabel yang perlu diperjuangkan secara optimal,” ujarnya.
Kritikal Mineral Jadi Jalan Tengah
Wijayanto menambahkan, kerja sama di sektor mineral kritis (critical minerals) dan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dapat menjadi jalan tengah yang realistis untuk mengamankan posisi Indonesia dalam perundingan.
Baca Juga: Trump akan Mengenakan Tarif 20% untuk Ekspor Vietnam ke AS
Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tetap memperhatikan sensitivitas negara lain, terutama China, yang memiliki kepentingan besar dalam rantai pasok mineral global.
“Jangan sampai juga China merasa kepentingannya terganggu sehingga melakukan retaliasi. Pembicaraan dengan China juga perlu terus dilakukan,” imbuhnya.
Pemerintah Dorong Tarif 0%
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah ingin agar Indonesia tidak dikenakan tarif resiprokal oleh AS, bahkan mengupayakan agar tarif tersebut bisa ditekan hingga 0%.
“Tentu kita ingin agar tarif resiprokal tidak dikenakan terhadap Indonesia. (Sampai nol) ya, tapi tentu mereka punya kebijakan tersendiri,” kata Airlangga saat ditemui usai konferensi pers ALFI Convex 2025, Rabu (2/7).
Baca Juga: Pemerintah Yakin Indonesia Bisa Bebas Tarif Resiprokal
Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah sudah memberikan second offer kepada AS, antara lain melalui penawaran kerja sama investasi di sektor mineral kritis dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
“Ini lanjutan dari pembicaraan, karena kita sudah memberikan proposal, ada counter proposal, kemudian kita kirim proposal lagi,” jelasnya.
Negosiasi dagang antara Indonesia dan AS saat ini berada di fase akhir, dengan tenggat waktu yang ditetapkan pada 8–9 Juli 2025.
Pemerintah terus berupaya meraih kesepakatan terbaik, di tengah tekanan dari kebijakan tarif tinggi yang menjadi bagian dari strategi dagang pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Selanjutnya: PLN Energy Tunjuk Nikson Silalahi Jadi Komut dan Komisaris Baru, Ini Profilnya
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Senam Kegel untuk Wanita, Bikin Orgasme Lebih Baik!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News