Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai proyeksi, Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuannya (BI 7-Day Reverse Repo Rate) di level 4,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Dengan demikian, deposit facility tetap di level 3,5% dan lending facility tetap di level 5%.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menjelaskan, pihaknya masih melihat sejumlah risiko yang patut diwaspadai, baik yang bersumber dari global maupun domestik. Di tingkat global, BI mewaspadai normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju, termasuk The Fed.
BI juga mewaspadai potensi pertumbuhan ekonomi global yang lebih tinggi di tahun ini terutama terkait dampak positif reformasi pajak terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS). "Berlanjutnya pemulihan ekonomi global tersebut akan mendorong volume perdagangan dunia dan harga komoditas global, termasuk minyak yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya," kata Dody di kantornya, Kamis (18/1).
Pihaknya memproyeksi, harga rata-rata minyak mentah Indonesia di tahun ini mencapai US$ 50 per barel, lebih tinggi dibanding asumsi dalam APBN 2018 yang sebesar US$ 48 per barel. Hal ini berpotensi meningkatkan inflasi.
Meski begitu, BI masih melihat inflasi tahun ini akan ada dalam kisaran 2,5%-4,5% sebagaimana yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, "Kenaikan harga minyak ini tidak harus disertai dengan kenaikan suku bunga maupun kebijakan lainnya karen kami memiliki kebijakan lainnya," tambahnya.
Untuk itu, arah kebijakan moneter BI hingga saat ini tetap netral. Menurutnya, ruang pelonggaran kebijakan moneter tetap ada, tetapi semakin tipis.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, arah kebijakan BI tahun ini akan sangat ditentukan oleh inflasi. Sementara itu, ekspektasi inflasi yang bersumber dari harga yang diatur pemerintah (administered prices) naik, terutama dari harga bahan bakar minyak (BBM).
Begitu juga dengan ekspektasi inflasi yang bersumber dari harga pangan yang bergejolak naik, yang dipengaruhi oleh potensi fenomena curah hujan yang tinggi (la nina) di tahun ini.
"Kalau ekspektasi inflasi administered prices naik dan inflasi pangan lebih tinggi dari tahun lalu maka inflasi akhir tahun di atas ekspektasi BI. Mungkin di 3,5%-4,5%," kata Josua.
Dari sisi eksternal, Bank of Japan (BoJ) telah mengonfirmasi untuk mengurangi stimulus. Hal serupa juga dilakukan European Central Bank (ECB). Hal ini bisa meyakinkan Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan bunga acuannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News