kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.778   17,00   0,11%
  • IDX 7.467   -12,81   -0,17%
  • KOMPAS100 1.154   -0,21   -0,02%
  • LQ45 915   1,11   0,12%
  • ISSI 226   -0,98   -0,43%
  • IDX30 472   1,27   0,27%
  • IDXHIDIV20 570   2,21   0,39%
  • IDX80 132   0,15   0,11%
  • IDXV30 140   1,01   0,73%
  • IDXQ30 157   0,31   0,20%

Sri Mulyani sebut AS halangi Indonesia tarik pajak digital


Senin, 20 Juli 2020 / 20:31 WIB
Sri Mulyani sebut AS halangi Indonesia tarik pajak digital
ILUSTRASI. Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini Indonesia dan anggota G20 tidak bisa menarik pajak penghasilan dari perusahaan digital. Hal tersebut lantaran sikap Amerika Serikat (AS) yang memilih tidak setuju dengan wacana perpajakan digital global.

“Sebetulnya diharapkan Juli 2020 sudah ada kesepakatan. Tapi, AS lakukan langkah untuk tidak menerima dulu. Ini sebabkan perlu dilakukan upaya tambahan agar dua pilar bisa disetujui,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Juni, Senin (20/7).

Sri Mulyani bilang, konsensus global pajak digital akan mandek di tahun ini setelah melakukan pertemuan dengan anggota G20, kemarin (19/7). Sebelumnya, Menkeu menjelaskan ada dua pilar pajak digital yang akan digunakan seluruh negara sebagaimana yang dicanangkan oleh the Organization for Economic Co-opration and Development (OECD).

Baca Juga: Daftarkan merek, omzet koperasi dan UMKM terkerek hingga 33%

OECD melalui inclusive framework, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu anggota, telah melakukan diskusi yang intensif untuk mencari solusi jangka panjang pemajakan ekonomi  digital secara multilateral yang mengerucut menjadi dua pilar, yakni unified approach dan Global Anti Base Erosion Proposal (GloBE).

Dari sisi unified approach, skema perpajakannya yakni dengan membagi hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital secara borderless. “Jadi bagaimana membagi penerimaan PPh antar negara berdasarkan operasinya di berbagai negara," Ujar Menkeu.

Baca Juga: Bank Dunia ingatkan pemerintah untuk kelola utang dengan baik

Sementara itu, GloBE merupakan ketentuan yang berupaya menanggulangi permasalahan BEPS yang belum diatur dalam BEPS Action Plan. GloBE memberikan hak pemajakan tambahan kepada suatu yurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dari tarif pajak efektif, atau tidak dipajaki sama sekali oleh yurisdiksi lainnya.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×