Reporter: Umar Tusin | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketidakpastian ekonomi pada tahun 2020 masih bisa terjadi. Menurutnya, Amerika Serikat (AS) masih menjadi sumber ketidakjelasan perekonomian karena di tahun 2020 AS memasuki tahun pemilu.
“Memasuki tahun pemilu, biasanya segala sesuatu dipolitisasi, policy yang tadinya ke kiri menjalang pemilu jadi ke kanan,” ujar Sri Mulyani dalam acara BRI Group Economic Forum 2020, Rabu (29/1).
Baca Juga: Jokowi mengingatkan kembali peran puskesmas sebagai pencegah penyakit
Sri Mulyani menjelaskan, tahun 2020 APBN akan fokus untuk membangun sumber daya manusia (SDM). Sebanyak 578 triliun akan digunakan di sektor pendidikan, yaitu membangun sekolah, gaji guru, dan tarif beasiswa.
Selain itu, Sri Mulyani juga menjelaskan pada tahun 2020 akan meningkatkan perlindungan sosial lewat kartu Indonesia pintar yang akan mensubsidi pendidikan dari SD sampai kuliah, dan kartu pra kerja untuk dua juta orang yang akan mendapatkan training.
Baca Juga: Pengalihan wewenang pemberian insentif fiskal ke BKPM percepat prosedur investasi
Selain Sri Mulyani, Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI) Rofikoh Rokhim juga menjelaskan, saat ini krisis eropa yang melibatkan Yunani, Spanyol, dan Italy belum selesai.
Ketika zona euro ingin menerima bantuan dari International Monetary Fund (IMF) atau negara lainnya harus disetujui oleh negara zone euro lainnya. Menurut Rofikoh inilah yang menjadi perlambatan ekonomi di Eropa.
Selain itu, Rofikoh menjelaskan, selain krisis zona euro konflik juga terjadi antara Jepang dan Korea. Konflik ini disebabkan karena Jepang menghentikan pengiriman bahan kimia ke Korea untuk membuat micro chip dan perangkat handphone.
Baca Juga: Sri Mulyani bicara soal tren suku bunga global yang rendah hingga colek dirut BRI Baca Juga: Jokowi mengingatkan kembali peran puskesmas sebagai pencegah penyakit Kemudian, Rofikoh mengatakan, pertumbuhan dunia tahun 2020 bisa mencapai 3,2% dan Indonesia bisa mencapai 5,3%. Menurutnya, angka tersebut sudah bagus untuk Indonesia dibandingkan dengan negara maju yang bisa mencapai minus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News