kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Sri Mulyani: Kemenkeu tidak mau terus menjadi penambal defisit BPJS Kesehatan


Rabu, 31 Juli 2019 / 12:34 WIB
Sri Mulyani: Kemenkeu tidak mau terus menjadi penambal defisit BPJS Kesehatan


Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk mengkaji ulang besaran tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, keputusan tersebut dihasilkan dari Rapat Terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin, Senin (29/7). 

“Kita tetap harus me-review tarif, karena perbaikan sistem salah satu fondasi paling penting adalah keseimbangan antara berapa tarif yang harusnya dipungut dengan berapa manfaat yang diterima peserta,” ujar Menkeu usai memimpin konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (30/7). 

Berdasarkan pembahasan bersama Presiden, lanjut Sri Mulyani, sistem BPJS Kesehatan selama ini menimbulkan ketidakcocokan (missmatch) antara tarif iuran yang dipungut dengan manfaat yang disalurkan kepada peserta. Hal inilah yang makin memicu defisit kronis yang tengah dialami BPJS saat ini. 

“Dari sisi kebijakan benefit-nya, apa-apa saja yang bisa dinikmati oleh pemegang kartu BPJS Kesehatan. Selama ini kan masih dianggap boleh mendapat manfaat apa saja secara tidak terbatas,” katanya. 

Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk membuat kesepakatan terkait keseimbangan tarif iuran tersebut. Kemungkinan terbesar ialah dengan menaikkan tarif iuran JKN. 

Di samping itu, BPJS Kesehatan juga diminta untuk melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh sesuai dengan rekomendasi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Perbaikan itu mulai dari basis data kepesertaan, sistem rujukan antara puskesmas dan rumah sakit, sistem tagihan, penguatan peran pengawasan pemerintah daerah pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL), hingga kategorisasi peserta penerima bantuan iuran PBI. 

Adapun dari sisi Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, bantuan iuran PBI untuk tahun 2019 telah sepenuhnya dicairkan. Namun, terkait apakah pemerintah akan kembali mengucurkan dana talangan, Menkeu belum menyatakannya dan masih perlu berkoordinasi dengan kementerian terkait dalam kurun 1-2 minggu ke depan.

“Kita sudah lihat estimasi defisit (BPJS Kesehatan) untuk tahun ini. Juga faktor-faktor yang mungkin mengurangi defisit berdasarkan langkah rekomendasi BPKP. Nanti kita lihat penanganannya,” ujar dia. 

Hanya saja, Sri Mulyani menegaskan, Kemenkeu tidak mau terus menerus menjadi penambal defisit BPJS Kesehatan di tahun-tahun mendatang. Pasalnya, sudah sejak 2014 pemerintah selalu mengucurkan dana dari APBN untuk memberi talangan pada eks PT Askes tersebut. 

Tahun 2014 pemerintah menyuntikkan Rp 500 miliar dan talangan terus meningkat hingga terakhir tahun lalu pemerintah menyuntik dana talangan sebesar Rp 10,2 triliun, di luar bantuan iuran PBI. 

“Kalau pemerintah akan turun tangan melakukan injeksi, harus diyakinkan bahwa itu jadi trigger untuk perbaikan sistem. Jangan sampai kalau bolong datang ke Kemenkeu, minta ditambal lagi sehingga tidak ada motivasi untuk memperbaiki sistem,” tandas Sri Mulyani. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×