kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani keluhkan dana daerah yang mengendap di perbankan capai Rp 234 triliun


Kamis, 19 Desember 2019 / 15:25 WIB
Sri Mulyani keluhkan dana daerah yang mengendap di perbankan capai Rp 234 triliun


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawti menyayangkan besarnya dana daerah yang masih mengendap di akun daerah atau Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Kementerian Keuangan mencatat, total saldo daerah sebesar Rp 234 triliun hingga akhir November 2019.  

Padahal, pemerintah pusat telah merealisasikan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 752,8 triliun hingga November, atau 91,1% dari pagu yang disediakan yaitu Rp 826,8 triliun. 

Penyaluran TKDD tersebut tumbuh 5% year-on-year (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan penyaluran pada tahun sebelumnya yang hanya 2,5% yoy. 

Baca Juga: Defisit APBN tembus 2,29% dari PDB hingga November 2019

"Kami dalam posisi terus memperhatikan dan mengawasi daerah-daerah karena meski transfer sudah banyak, tapi dana di akun simpanan daerah mencapai Rp 234 triliun. Jadi dana berhenti saja di akun daerah sehingga dampak ekonomi ke daerah dari yang ditransfer pemerintah pusat menjadi terkurangi,” tutur Sri Mulyani saat menyampaikan laporan kinerja APBN KiTa kepada pers, Kamis (19/12). 

Sri Mulyani mengatakan, kemampuan pemerintah daerah dalam mengeksekusi anggaran memang masih menjadi tantangan sekaligus persoalan fundamental yang harus diatasi. Sebab jika tidak, alokasi yang mencapai sepertiga APBN ke daerah tidak akan memberikan dorongan yang optimal terhadap perekonomian nasional seperti yang diharapkan pemerintah. 

“Jadi bukan masalah jumlah uangnya, tapi eksekusinya, terutama untuk pembangunan fisik […] Bayangkan kalau dana sebesar di akun itu terealisasi, maka output dan outcome dari transfer ke daerah bisa lebih besar lagi,” tandas dia. 

Baca Juga: Terpopuler: Mantan direksi Jiwasraya kabur ke luar negeri, Anak usaha GOLL pailit

Kinerja penyerapan anggaran pembangunan fisik yang belum maksimal itu terlihat dari penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik oleh Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu. Hingga akhir November, penyaluran DAK Fisik turun 1,9% yoy atau Rp 47,9 triliun dari target Rp 69,3 triliun. 

Sementara, penyaluran DAK Non Fisik justru tumbuh 6,3% yoy atau mencapai Rp 118,6 triliun dari target Rp 131 triliun sampai akhir tahun. 

Adapun, Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto mengatakan, pemerintah pusat selalu berupaya mendorong penyerapan anggaran di daerah dengan cara memperingatkan pemerintah daerah. 

“Kita selalu ingatkan, terutama untuk belanja-belanja yang sifatnya mandatori. Kalau mereka tidak lakukan (belanja mandatori), biasanya ada sanksi penundaan transfer seperti DAU-nya (Dana Alokasi Umum),” tutur Prima, Kamis (19/12). 

Baca Juga: Usut kasus Jiwasraya, Polri tunggu aba-aba dari Kementerian Keuangan

Menurutnya, penyerapan anggaran daerah yang tidak optimal tersebut biasanya disebabkan oleh dua hal utama. Pertama, terkait pola belanja daerah yang seringnya melakukan pencairan anggaran di pengujung tahun. 

Kedua, kurang siapnya pemerintah daerah dalam menyusun program-program konkret untuk membelanjakan anggarannya. 

Baca Juga: Ini isi surat-menyurat pemerintah menyelamatkan Jiwasraya

“Makanya kita terus dorong agar daerah punya tata kelola yang baik, perencanaan anggaran yang benar, belanja sesuai jadwal. Jangan sampai ada masalah seperti tenaga honorer belum dibayar lah, dan sebagainya,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×