Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai menghadiri pertemuan para pemimpin keuangan G20 di Buenos Aires, Argentina, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa beberapa isu terkait perekonomian global dan domestik, termasuk perpajakan.
Sri Mulyani mengatakan, setelah Automatic Exchange of lnformation (AEoI), fokus kerjasama saat ini adalah pada transparansi perpajakan dan pajak untuk ekonomi digital. OECD dalam hal ini diharapkan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang akan dilakukan secara bersama dalam menghadapi era digital ekonomi.
"Sebab, semua negara menghadapi hal yang sama, yaitu digitalisasi ekonomi yang sudah dan akan semakin terjadi. Memang ada manfaatnya, tetapi ada ancaman dari segi perpajakan, yakni erosi basis pajak dan kompleksitas penetapan di mana nilai tambahnya," jelas Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/3).
Dia juga bilang, "Juga telah terjadi persaingan tidak adil antara perusahaan digital dengan perusahaan konvensional, termasuk dalam perlakukan pajak. Semua menteri keuangan di dunia menghadapi tekanan tidak mudah, yaitu tantangan teknis dan politis bagaimana memperlakukan pajak yang adil dan efektif terhadap ekonomi digital dan e-commerce."
Ia menjelaskan, di dunia sendiri masih ada perbedaan pandangan mengenai letak sumber nilai tambah utama, yaitu pada konsumen dan sumber data dari mereka, atau pada sistem algoritma yang menyediakan platform bagi digitalisasi dan kegiatan e-commerce.
“Indonesia memperjuangkan posisi agar dapat memperoleh hak pajak yang adil dari perusahaan perusahaan digital baik yang beroperasi global seperti perusahaan digital baik yang beroperasi global seperti Facebook, Google, Twitter, Amazon, Lazada, Uber, Grab, dan lain-lain. Sumber pajak dan kewajiban pajak ditentukan bukan oleh lokasi kantor pusat atau cabang melainkan oleh ‘significant economic presence’,” ujarnya.
Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah menyusun aturan untuk bisnis jual beli online (e-commerce) berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Aturan yang disiapkan tersebut mencakup dari sisi kepabeanan dan pajak.
Namun, pelaku dagang melalui medsos tidak masuk dalam skema perpajakan e-commerce yang sedang disusun ini. Meski demikian, pelaku e-commerce tetap memiliki kewajiban pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News