Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kondisi arus kas PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan memburuk ke defisit Rp 71,1 triliun jika tidak ada tambahan kompensasi operasional dari pemerintah.
Sri Mulyani menjelaskan, kondisi yang memburuk ini terjadi karena adanya kenaikan Indonesia Crude Price (ICP) dan tidak dilakukannya penyesuaian tarif.
“Jadi ini terjadi karena alokasi subsidi yang sudah diperhitungkan pemerintah dalam APBN, ternyata realisasi keekonomian listrik meningkat. Sehingga defisit ini diperkirakan akan mencapai Rp 71,1 triliun untuk PLN,” tutur Sri Mulyani saat melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis (19/5).
Adapun, per 20 April, PT PLN telah menarik pinjaman sebesar Rp 11,4 triliun dan akan melakukan penarikan pinjaman kembali pada Mei dan Juni.
Baca Juga: ITDC Salurkan Dukungan Biznet Guna Bantu Operasional Pedagang Pantai The Nusa Dua
Dengan adanya penarikan pinjaman tersebut, Sri Mulyani mengatakan total pinjaman PT PLN sampai dengan Juni 2022 berubah menjadi Rp 21,7 triliun hingga Rp 24,7 triliun.
Ke depan, PT PLN diharapkan dapat menjaga rasio kecukupan kas operasional agar mampu membayar pokok dan bunga pinjaman kepada pemberi pinjaman setidaknya minimum 1.0x.
Lebih lanjut, perubahan harga keekonomian dan tarif listrik diantaranya, untuk golongan RT 900 VA dari tarif Rp 1.352/Kwh harga keekonomiannya menjadi Rp 1.533,1. Untuk golongan RT 1.300 - 6.600 VA B dari tarif Rp 1.444/Kwh, harga keekonomiannya menjadi Rp 1.533/Kwh.
Baca Juga: Grup Hyundai Siapkan Investasi Rp 243,6 Triliun untuk Perluas Bisnis Mobil Listrik
Kemudian, untuk golongan B.3 dan I.3 > 200 kVA dari tarif Rp 1.114,7/Kwh, harga keekonomiannya menjadi Rp 1.365,8/Kwh. Golongan I >= 30.000 kVA ke atas dari tarif Rp 996,7/Kwh, harga keekonomiannya menjadi Rp 1.288,7/Kwh, dan untuk golongan P.2 / > 200 kVA dari tarif Rp 1.114,7/Kwh, harga keekonomiannya menjadi Rp 1.365,8/Kwh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News