kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal PPN transaksi digital, DDTC: Aturannya harus matang karena sangat teknis


Senin, 27 April 2020 / 19:48 WIB
Soal PPN transaksi digital, DDTC: Aturannya harus matang karena sangat teknis
ILUSTRASI. Pemerintah harus betul-betul matang dalam menyusun aturan PPN dalam ekonomi digital, sebab ini bersifat teknis


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam waktu dekat bakal memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Sehingga, seluruh konsumen yang melakukan aktivitas pembeliaan barang/jasa secara digital harus bayar pajak konsumsi sebesar 10% dari harga beli.

Hal tersebut berlandaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Beleid ini antara lain mengatur pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dalam PMSE.

Baca Juga: Pemerintah bakal terbitkan PP untuk tarik PPh perusahaan digital

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai, terkait PPN dalam PMSE, pemerintah harus betul-betul matang dalam menyusun aturannya, sebab ini bersifat teknis. Kemenkeu harus bisa lebih jelas mengatuk kepada siapa yang akan menjadi pihak pemungut PPN, bagaimana pengadministrasiannya, dan lain sebagainya.

“Secara umum, saya sependapat dengan pemerintah bahwa PPN bisa dijadikan sumber penerimaan yang relatif stabil utamanya dengan mengoptimalkan penerimaan PPN dari area yang selama ini kepatuhannya masih belum maksimal seperti halnya pada PMSE,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Senin (27/4).

Sebelumnya, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) John Hutagaol menyampaikan PPN sangat relevan untuk ditarik saat ini, sebab beberapa negara sudah lebih dahulu seperti Australia, Inggris, dan Perancis.

John menjelaskan, pada The Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shiftinga (BEPS) yang beranggotakan 137 Yurisdiksi termasuk di dalamnya Indonesia, menganjurkan kepada anggotanya untuk memungut pajak tidak langsung misalnya PPN, sales tax atau goods and service tax (GST) atas transaksi ekonomi digital.

“Karena dapat memberikan tambahan penerimaan pajak yang besar dan tidak menimbulkan isu double taxation karena pengenaan pajaknya berdasarkan destination principle,” kata John kepada Kontan.co.id, Minggu (26/4).

Baca Juga: Jangan kaget, pemerintah akan segera tarik PPN belanja online

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×