Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan sempat mengalami dua kali penundaan sejak tahun 2017 terkait PMK No. 77 Tahun 2020 tentang penyederhanaan tarif cukai.
Pasalnya, keputusan itu membawa angin segar bagi emiten-emiten besar di Indonesia, termasuk para calon investor yang tengah memantau nilai emiten atau tengah memutuskan untuk berbelanja emiten berkapitalisasi besar.
Penyederhanaan layer cukai akan membuat pabrikan golongan II untuk naik tingkat dan membayar cukai yang sama besarnya dengan para pendahulu, antara lain emiten HM Sampoerna (HMSP).
Baca Juga: Emiten rokok raksasa berpeluang makin cuan dari penyederhanaan struktur cukai rokok
Dalam keterangan resmi, Erik Argasetya Chief Investment Officer perusahaan penasihat investasi independen Jagartha Advisors mengatakan, meskipun akan ada beberapa perusahaan dari golongan II yang terpaksa naik golongan, para perusahaan tersebut mungkin bakal sulit bersaing dengan para pemain besar yang sudah lebih dulu menguasai pangsa pasar di golongan I.
“Penyederhanaan tarif cukai lebih ke mendorong perusahaan di golongan II untuk naik kelasnya saja, apakah mereka mampu bertahan setelah naik ke I, harus diperhitungkan lagi.” jelas Erik dalam keterangan resmi, Senin (10/8).
Untuk itu, tentu akan ada penyesuaian harga jual dan tentu berpengaruh pada posisi perusahaan dalam menentukan strategi penjualan, distribusi sampai variasi produknya di market.
Baca Juga: Pengendalian tembakau melalui simplifikasi untuk mewujudkan kesehatan publik
Ia mencotohkan, rokok golongan II yang naik kelas bisa jadi akan mirip dengan merek golongan 1.
Di sisi lain, harga yang tipis sangat mungkin membuat konsumen yang selama ini mengonsumsi rokok murah beralih ke merek yang lebih mahal. Sehingga, consumer shifting akan membuat value emiten tersebut makin atraktif bagi investor dalam dan luar negeri.
“Bahkan, di kuartal pertama 2020, ada emiten yang masih mencatatkan laba bersih meskipun kemudian menunjukkan tren menurun di pertengahan tahun karena pandemi COVID-19,” tambah Erik.
Terkait penyederhanaan tarif cukai rokok, ia menambahkan perlu adanya pertimbangan dari sisi makroekonomi dan segi timing yakni apakah hal ini merupakan momen yang tepat melihat kondisi perekonomian Indonesia yang melemah.
Baca Juga: Minim regulasi, penelitian soal produk rendah risiko perlu digencarkan
Meskipun saat ini tingkat layer cukai belum ditetapkan, pelaku industri hasil tembakau (IHT) berharap pemerintah kembali mengkaji dampak-dampak lain seperti faktor tenaga kerja, rokok ilegal dan kepastian berusaha bagi perusahaan golongan skala kecil maupun menengah yang notabenenya menyerap banyak tenaga kerja dari latar belakang pendidikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News