Reporter: Teddy Gumilar | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Kalangan pengembang menyambut baik kebijakan fasilitas likuiditas perumahan yang akan diluncurkan 1 Juli mendatang. Kebijakan ini dinilai menguntungkan pengembang dan pembeli daripada dengan subsidi selisih suku bunga yang selama ini digunakan.
Bagi pengusaha, kebijakan ini menjamin ketersediaan uang dalam jangka panjang. Sementara dengan pola lama, pengembang yang mengandalkan pembiayaan dari bank bergantung pada simpanan deposito yang batas waktunya hanya satu tahun. Ini dimungkinkan karena fasilitas likuiditas ini akan langsung dialokasikan ke produsen atau pengembang, sehingga biaya produksi bisa ditekan serendah mungkin.
Sementara itu, bagi pembeli, uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) bagi masyarakat berpenghasilan rendah bisa ditekan hingga 10%, dibanding saat ini yang sekitar 20%-30% dari harga rumah.
“Karena harganya yang sudah murah, masyarakat bisa menikmati suku bunga rendah itu sepanjang tenor,” tukas Ketua Umum REI Teguh Satria di Jakarta, Rabu (5/5). Dengan program ini, suku bunga bisa ditekan hingga 7% per tahun selama masa tenor.
Namun, Teguh meminta pemerintah memberikan masa transisi agar sebelum kebijakan itu dikeluarkan, masyarakat masih tetap bisa membeli dengan subsidi selisih bunga. Alasannya, pembeli yang melakukan akad bulan ini, baru bisa menerima penyerahan rumah beberapa bulan setelahnya. Artinya setelah fasilitas likuiditas diberikan. “Kami minta masa transisinya enam bulan,” tukasnya.
Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Soharso Monoarfa menyatakan, masyarakat dan pengembang tidak usah kuatir. Sebab, secara prinsip pemerintah menyetujui masa transisi tersebut. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan dana sekitar Rp 400 miliar dalam masa itu. “Jadi bank tetap bisa memberikan KPR sebelum fasilitas likuiditas diluncurkan,” kata Soharso.
Pemerintah, kata Soharso mengganti kebijakan ini lantaran subsidi bunga dinilai tak efektif membantu masyarakat berpenghasilan rendah menjangkau kepemilikan rumah. Selain subsidi bunganya hanya diberikan selama 4-5 tahun, model ini juga rawan penyimpangan lantaran pembeli bisa saja meminjam KTP orang lain. “Kasus Rusunami yang lalu, banyak yang tidak berhak membeli dengan menggunakan KTP orang lain,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News