kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simplifikasi IHT dinilai tak bisa menekan angka prevalensi perokok


Senin, 23 Agustus 2021 / 13:20 WIB
Simplifikasi IHT dinilai tak bisa menekan angka prevalensi perokok
ILUSTRASI. Rokok.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana penyederhanaan golongan (simplifikasi) dalam industri hasil tembakau (IHT) kembali mencuat dengan sejumlah argumentasi yang mendukung wacana tersebut.

Namun anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun, menilai simplifikasi dan kontribusi IHT bersifat paradoksal. “Selalu ada pertentangan antara kelompok anti tembakau dengan kelompok yang realistis melihat bahwa IHT ini memberikan dampak kesejahteraan kepada masyarakat, mengangkat kemiskinan masyarakat,” papar dia dalam keterangannya, Senin (23/8).

Misbakhun tidak memungkiri efek buruk dari rokok, namun manfaatnya juga harus dilihat. Terhadap ekonomi, dari segi pajak dan cukai, IHT memberikan penerimaan negara hampir Rp 300 triliun. Ada pajak daerah yang dibayarkan ke pemda. “Ini harus secara nyata disampaikan, jangan hanya pembatasan rokok semata,” tegasnya.

Menaikkan cukai dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi, baik itu membuat industri rumahan, dan menengah, itu bukan sebuah prestasi. Itu mematikan unsur ekonomi rakyat, dan yang berkembang malah industri besar. “Berbahaya bila penerimaan cukai hanya bergantung kepada 4 perusahaan,” katanya.

Baca Juga: Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) bukukan laba ciamik di paruh pertama 2021

Soal dampak simplifikasi terhadap penerimaan negara, menurut Misbakhun, sangat jelas. Simplifikasi ini sangat mengganggu perkembangan IHT kecil untuk menjadi IHT menengah, IHT menengah menjadi besar. “IHT selalu dihadang dengan tarif cukai yang sangat memberatkan mereka. Penjualan belum mereka dapatkan namun uang penebusan cukai harus dibayar di depan,” lanjutnya.

Simplifikasi tidak akan mengurangi konsumsi, malah hanya membuat orang mengalihkan konsumsinya dari rokok bermerek jadi rokok yang lebih murah, yang boleh jadi kandungan Tar dan nikotinnya besar, kemudian tidak membayar cukai. 

Misbakhun melihat Pemerintah tidak pernah membuat pembinaan yang memadai terhadap IHT. “Yang ada malah upaya pembinasaan yang struktural melalui simplifikasi dan tekanan cukai terhadap IHT,” paprnya. 

Sementara Sulami Bahar, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, menilai argumentasi yang dilontarkan kelompok anti tembakau dalam menggolkan simplifikasi tidak didasarkan pada kondisi sebenarnya.

Baca Juga: Dorong ekspor hasil pertanian, MenkopUKM Teten Masduki resmikan Tani Bangga Store

Dengan adanya simplifikasi, menurut Sulami, harga rokok akan semakin tinggi karena golongan-golongan kecil dan menengah yang ada dalam struktur tarif cukai IHT akan dipaksa naik kelas. Dapat dipastikan kebanyakan pelaku IHT di golongan bawah yang dipaksa menaikkan harga tersebut tidak akan mampu bertahan. 

Selain itu, penerapan simplifikasi juga dapat menjadi bumerang, baik bagi negara maupun bagi IHT. Dengan harga yang meningkat akibat penerapan simplifiikasi, ada potensi konsumen beralih kepada produk rokok yang lebih murah termasuk rokok ilegal.  Sehingga, dampak lain yang timbul dari adanya simplifikasi ini adalah meningkatnya angka peredaran rokok ilegal.




TERBARU

[X]
×