Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Pabrikan kecil-menengah yang terdampak simplifikasi, kemungkinan besar akan mengalami penurunan produksi karena bersaing dengan yang lebih besar. Hal ini akan berdampak pada pekerja di perusahaan kecil-menengah tersebut. Apabila banyak pabrikan yang terdampak, maka jumlah pekerja terdampak yang kehilangan pekerjaan pun akan besar jumlahnya. Ini akan menambah beban baru bagi pemerintah dalam bentuk pengangguran.
Karena produk-produk golongan kecil-menengah mengalami kenaikan harga akibat naik golongan, besar kemungkinan, yang terjadi adalah konsumen dari produk tersebut tetap mencari rokok yang murah, sehingga kemungkinan besar konsumen tersebut beralih ke ilegal. Sehingga rokok ilegal akan mengalami kenaikan, yang akan merusak IHT dan penerimaan pemerintah.
Penyamarataan kemampuan semua produsen rokok adalah penilaian yang salah kaprah dan menyesatkan. “Bagaimana mungkin perusahaan rokok dengan produksi 1 atau 2 miliar batang dihadapkan dengan perusahaan yang berproduksi di atas 50 miliar batang,” tegas Sulami.
Penggabungan golongan melalui simplifikasi berpotensi besar mematikan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Logikanya, perusahaan-perusahaan yang lebih dominan atau menguasai pasar akan lebih diuntungkan dengan simplifikasi.
Di sisi lain Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Malang malah melangkah lebih jauh dengan mengirim surat kepada Presiden RI pekan lalu. “Kami mengeluhkan kondisi IHT saat ini yang sangat memprihatinkan,” papar Johni, Ketua Gapero Malang.
Dalam suratnya Pemerintah diingatkan dengan kondisi pandemi Covid-19 dan penurunan kinerja IHT. “Kami meminta tarif cukai tidak naik dan tidak ada simplifikasi,” lanjutnya. Gapero Malang memberi sinyal agar Pemerintah tetap dengan kebijakan tahun 2021.
Selanjutnya: Jokowi tinjau pabrik porang, tumbuhan liar yang buat petani jadi miliarder
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News