Reporter: Agus Triyono | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla yakin bisa mendongkrak penerimaan negara untuk mencukupi anggaran yang tipis. Untuk itu melalui Tim Transisi-nya, Jokowi-JK tengah menggodog rencana pembentukan badan atau lembaga untuk melaksanakan tugas tersebut.
Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan, ada dua opsi lembaga yang rencananya akan dibentuk untuk menggeber penerimaan negara. Pertama adalah Badan Otoritas Pajak. Badan ini rencananya akan dipisah dari Kementerian Keuangan dan hanya akan diberikan tugas menghimpun pendapatan negara dari sektor pajak.
Kedua adalah Badan Penerimaan Negara. Badan ini akan ditugaskan menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak, bea cukai, pajak kendaraan bermotor dan penerimaan negara bukan pajak.
Andi mengatakan, berdasarkan perhitungan timnya, ada banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh pemerintahan Jokowi-JK bila penghimpunan pendapatan negara ditangani oleh baik Badan Penerimaan Negara atau Badan Otoritas Pajak. "Ada potensi peningkatan rasio pajak dari 12,4% menjadi 13,5% pada tahun 2019," kata Andi di Kantor Kementerian Perekonomian, Rabu (10/9).
Andi mengakui, untuk mencapai upaya tersebut tidak mudah. Apalagi bila melihat jumlah sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak yang sampai saat ini belum ideal.
Oleh karena itulah sembari menunggu proses pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia di sektor perpajakan yang kemungkinan besar baru bisa mencapai titik ideal 18 tahun lagi, Tim Transisi juga menyiapkan opsi untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Salah satunya, dengan memprioritaskan penggunaan IT atau e taxing.
"Final report opsi ini akan disampaikan 15 September nanti, ini masih opsi dan yang menentukan Jokowi," kata Andi.
Deputi Tim Transisi Hasto Kristiyanto sebelumnya mengatakan, selain mengandalkan pada kelembagaan penghimpun penerimaan negara, Jokowi juga akan membuat trobosan untuk menggali potensi pajak. Salah satu terobosannya adalah menggali potensi pajak yang saat ini masih belum digali secara maksimal, seperti pajak pertambangan.
"Bukan hanya dari pertambangan saja, Jokowi juga akan manguber wajib pajak perseorangan. Sebab dari 60 juta wajib pajak potensial baru 25 juta saja yang sudah digali sisanya belum," katanya. Hasto yakin dengan pengalaman menggenjot pendapatan pajak di DKI, Jokowi akan mampu menggenjot penerimaan pajak ketika dia menjadi presiden.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News