Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyampaikan, putusan dugaan pelanggaran etik terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman akan diputuskan pada 7 November 2023. Hal ini agar masyarakat tidak berspekulasi mengenai putusan dugaan pelanggaran etik ditunda.
Pelapor Perkara Nomor 1, Denny Indrayana mengatakan, hakim konstitusi harus mundur jika ada benturan kepentingan dalam penanganan perkara yang terkait keluarganya. Hal ini seperti tercantum pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nnomor 9 tahun 2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Apalagi fakta bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023, hakim terlapor (Anwar Usman) memutuskan membuka peluang seseorang yang berpengalaman pernah/sedang menjadi kepala daerah untuk maju dalam Pilpres. Serta fakta bahwa Gibran Rakabuming Raka saat ini menjadi cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto.
Baca Juga: Majelis Kehormatan MK Dibentuk untuk Usut Pelanggaran Etika
Lalu, pelapor perkara Nomor 11 yang terdiri dari 15 guru besar dan pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).
Tim Kuasa Hukum CALS Viola Rininda mengatakan, salah satu dalil permohonan CALS adalah hakim terlapor (Anwar Usman) melanggar prinsip ketidakberpihakan karena telah memberikan komentar secara terbuka tentang perkara yang ditangani. Terutama perkara tentang pengujian syarat usia menjadi capres/cawapres.
Tim kuasa hukum CALS mengutip secara verbatim apa yang disampaikan hakim terlapor (Anwar Usman). Serta melampirkan video Youtube yang didapatkan dari kanal Youtube Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
“Jadi komentar itu disampaikan ketika yang bersangkutan menghadiri sebagai narasumber dalam kuliah umum bersama Prof Dr H Anwar Usman di Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tanggal 9 September 2023,” kata Viola dalam sidang MKMK, Selasa (31/10).
Apabila melihat substansi video hakm terlapor menyangkal bahwa komentar yang bersangkutan berkaitan dengan pengujian syarat usia presiden dan wakil presiden yang ditangani.
Akan tetapi, jika mengaitkan dengan konteks apa yang sedang diperiksa Mahkamah Konstitusi saat itu dan pengujian UU yang sedang aktif diikuti publik, maka konteks tersebut tidak bisa dilepaskan dari proses yang terjadi di Mahkamah Konstitusi.
“Sehingga sangkalan tersebut dalam pandangan kami tidak dapat diterima. Oleh karena itu hakim terlapor melakukan pelanggaran atas prinsip ketidakberpihakan dan melakukan pelanggaran pasal 10 huruf F angka 3 terkait larangan bagi hakim konstitusi untuk mengeluarkan komentar terbuka di luar persidangan atas perkara yang akan dan sedang diperiksa (Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023),” jelas Viola.
Adapun salah satu petitum gugatan Denny Indrayana dan CALS meminta MKMK memberhentikan tidak dengan hormat Ketua MK Anwar Usman. Selain itu, mereka meminta MKMK memerintahkan Mahkamah Konstitusi untuk segera melakukan pemeriksaan kembali terhadaap putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat minimal usia capres – cawapres.
Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan R Saragih menyampaikan, wewenang MKMK hanya untuk memberi sanksi pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Bintan mengakui besarnya harapan publik kepada MKMK dapat memberi putusan yang adil dalam penanganan dugaan pelanggaran etik MKMK.
“Kita bisa memutuskan apa yang bisa kita kerjakan, tidak bisa melebihi (kewenangan),” ucap Bintan.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, putusan MKMK akan dibacakan pada 7 November 2023. Saat ini, MKMK terus melakukan persidangan dengan memeriksa pelapor dan terlapor. Persidangan pelapor dibuka untuk umum dan persidangan terlapor dilakukan secara tertutup.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, pasal 40 menyebutkan, “Dalam hal menjatuhkan sanksi, Majelis Kehormatan mengedepankan prinsip menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi.”
Kemudian, pasal 41 menyebutkan, “Sanksi pelanggaran dapat berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; atau c. pemberhentian tidak dengan hormat.”
Baca Juga: Penjaga Konstitusi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News