kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,98   -1,57   -0.17%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Setelah KPK, kini BI dan OJK bakal segera mempunyai dewan pengawas


Selasa, 01 Desember 2020 / 09:41 WIB
Setelah KPK, kini BI dan OJK bakal segera mempunyai dewan pengawas
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) didampingi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kanan), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso (kiri)


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo bakal diramaikan dengan jajaran dewan pengawas pada sejumlah lembaga. Jika di akhir tahun lalu pemerintah telah membentuk Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini di penghujung tahun 2020, pemerintah kembali mengusulkan dewan pengawas untuk Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Rencana pembentukan Dewan Pengawas yang bertugas mengontrol sektor keuangan tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan atau RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan. 

Berdasarkan draf RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang didapat Kontan.co.id, terdapat campur tangan Menteri Keuangan (Menkeu) dalam penunjukan Dewan Pengawas BI dan Dewan Pengawas OJK. Dewan Pengawas itu nantinya beranggotakan lima orang dengan masa jabatan selama tiga tahun. 

Baca Juga: Pemerintah dorong OJK bertindak tegas atasi masalah sektor finansial

Komposisi tiga di antaranya yakni, dua orang anggota dipilih oleh Presiden atas usulan Menkeu. Lalu, satu orang anggota Dewan Pengawas hasil usulan Menkeu yang bisa berasal dari perwakilan industri perbankan sebagai anggota Dewan Pengawas Bank Indonesia, atau satu orang yang berasal dari industri keuangan, pasar modal dan/atau industri keuangan non-bank sebagai Dewan Pengawas OJK. 

Sementara sisa dua orang lainnya masing-masing Dewan Pengawas BI dan Dewan Pengawas OJK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Adapun salah satu dari lima anggota Dewan Pengawas BI merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas. Ketentuan ini juga berlaku dalam struktur Dewan Pengawas OJK.

Tugas Dewan Pengawas BI di antaranya meminta penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang BI, kecuali kebijakan moneter.

Lalu, melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu dengan tujuan tertentu dalam hal berdasarkan evaluasi terdapat indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh BI. Serta mengevaluasi kode etik dan pedoman perilaku anggota Dewan Gubernur. 

Dari sisi Dewan Pengawas OJK antara lain, berwenang meminta penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan wewenang OJK, melakukan pemeriksaan apabila ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh OJK, dan mengevaluasi kode etik anggota Dewan Komisioner OJK.

Selanjutnya, seluruh evaluasi Dewan Pengawas BI dan Dewan Pengawas OJK akan diberikan kepada Presiden untuk seterusnya diberikan keputusan atas temuan dari BI dan OJK. 

“Presiden memberhentikan anggota Dewan Gubernur BI setelah mempertimbangkan penilaian dari Dewan Pengawas BI dan mengusulkan penggantinya kepada DPR,” sebagaimana Pasal 71 Ayat 2 RUU Omnibus Law Sektor Keuangan.

Dalam Naskah Akademik RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang dihimpun Kontan.co.id, beleid dibuat dengan dalih pencegahan dan penangan krisis keuangan. Sebab, payung hukum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Penangan dan Pencegahan Krisis Sistem Keuangan atau UU PPKSK dinilai belum kuat.

Baca Juga: Pemerintah berencana membentuk forum pengawasan bank terpadu

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas memastikan pihaknya sudah menerima draf RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan. 

Dia bilang, RUU yang menyelaraskan 13 Undang-Undang (UU) tersebut bakal dimasukkan dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2021. “Usulan (RUU) dari pemerintah dan Komisi XI DPR,” kata Andi kepada Kontan.co.id pekan lalu.

Adapun 13 UU yang terkandung dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yakni pertama, UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Kedua, UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.  Ketiga, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi UU.

Keempat, UU Nomor 24 Tahun 2020 tentang Surat Utang Negara. Kelima, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Keenam, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Ketujuh, UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan UY Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2004 tetang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi UU.

Kedelapan, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kesembilan, UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Kesepuluh, UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kesebelas, UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Keduabelas, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

Ketigabelas, UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atai Stabilitas Sistem Keuangan.

Baca Juga: Omnibus Law sektor keuangan mempertajam taring Menkeu

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, UU PPKSK sebetulnya sudah cukup efektif menangani apabila ada krisis sistem keuangan di masa mendatang. Sehingga, RUU Omnibus Law Sektor Keuangan dinilai tidak diperlukan.

Terlebih dirinya, menilai industri sektor keuangan saat ini baik-baik saja. Justru dengan kewenangan Menkeu yang baru, bakal merusak tatanan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) karena tiap anggota seharusnya sejajar dan tidak ada yang mengawasi atau diintervensi. 

Terlebih beleid itu menaikkan pangkat Menkeu dalam KSSK dari yang tadinya sebagai koordinator menjadi ketua. Ketua KSSK nantinya berhak menentukan putusan final dalam rapat KSSK.

“Di berbagai negara kebijakan penangan pandemi jangka pendek, hanya Indonesia yang berpikir jangka panjang. Padahal masalah yang diakibatkan pandemi ini hanya sesat, jadi jangan seolah-olah tebak-tebakan. Di saat sulit seperti ini harus berpikir jernih, bukan emosional sesaat,” kata Enny. 

Selanjutnya: 10 lembaga negara dibubarkan, dari BRTI, BOPI, Komisi Pengawas Haji dll

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×