Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
Menurut Sudarto tahun ini merupakan ujian berat bagi para buruh karena menghadapi pukulan ganda. Tahun 2020, cukai naik 23% lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 dan di tengah upaya IHT beradaptasi, Indonesia dihantam pandemi Covid-19, yang melumpuhkan banyak sektor usaha, tidak terkecuali IHT.
Sudarto sangat menyayangkan jika pemerintah tetap bersikukuh berencana untuk menaikkan tarif cukai 2021 terutama untuk segmen padat karya SKT.
“Situasi di lapangan saat ini benar – benar berat. Banyak pabrik yang mempekerjakan ribuan tenaga kerja SKT terancam menghentikan operasional karena dampak COVID-19. Dari sisi bisnis, sangat dikhawatirkan perusahaan enggan mempertahankan SKT dan condong mendorong perpindahan ke rokok mesin,” kata Sudarto.
Baca Juga: CHT naik, DPR soroti nasib petani tembakau dan buruh rokok
Sebagai pembanding, seorang buruh SKT hanya bisa melinting sekitar 360-an batang/jam sementara mesin menghasilkan lebih dari 600.000 batang/jam dengan jumlah pekerja minim. “Sungguh, sebuah angka yang sangat jomplang,” ujarnya.
Di tengah himpitan pandemi COVID-19 dan banyaknya PHK, pemerintah seharusnya fokus mempertahankan lapangan kerja yang ada, termasuk di SKT. Mayoritas atau lebih dari 80% pekerja SKT adalah ibu – ibu dengan umur lebih dari 40 tahun dengan pendidikan minim, dan banyak yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Untuk itu FSP RTMM-SPSI berharap hati nurani pemerintah terbuka. Sudah banyak sumbangan yang diberikan IHT kepada negara mulai dari besarnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi 6 juta orang, cukai yang lebih dari Rp 160 triliun per tahun, hingga nilai ekspor yang melampaui US$ 1 miliar. “Selayaknya, industri ini juga mendapat perlindungan,” pungkas Sudarto.
Selanjutnya: Penjelasan Sri Mulyani tentang kenaikan cukai rokok pada 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News