Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) setelah diundangkannya UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. Sejumlah RPP yang menjadi sorotan publik adalah RPP bidang ketenagakerjaan.
Bahkan sebelum diterbitkannya RPP bidang ketenagakerjaaan, sejumlah serikat pekerja telah melayangkan gugatan judicial review UU cipta kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Gugatan yang dilayangkan pun terbilang hampir sama, salah satunya terkait pengaturan pesangon dalam UU cipta kerja.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemberian pesangon menggunakan kata paling sedikit pesangon yang diberikan untuk masa kerja tertentu. Artinya, kata paling sedikit memungkinkan pekerja menerima pesangon lebih dari ketentuan yang ada di UU 13/2003.
Baca Juga: Soal RPP pengupahan, pengusaha masih ingin pelajari
Namun, dalam UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, pemberian pesangon menggunakan kata sesuai ketentuan untuk masa kerja tertentu. Artinya, nilai pesangon yang diberikan hanya sesuai ketentuan tersebut. Hal ini tentu berbeda dengan aturan di UU 13/2003.
“Sesuai ketentuan, tidak lebih, tidak kurang. Kalau UU yang lama bahasa UU nya adalah sekurang – kurangnya. Artinya ngga boleh kurang, tapi boleh lebih,” kata Said dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/2).
Tidak hanya sampai disitu, dalam RPP tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta PHK, disebutkan bahwa uang pesangon diberikan setengah dari ketentuan yang ada di UU cipta kerja. Hal ini jika pengusaha melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian, perusahaan mengalami kerugian tidak secara berturut – turut selama 2 tahun, dan perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur), perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian. Serta perusahaan mengalami pailit.
“Sudah tau sesuai ketentuan UU cipta kerja, kenapa dalam RPP dikurangi lagi, tidak konsisten. Jangan hanya memihak perusahaan saja,” ujar dia.