Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Perseteruan keluarga pemilik Blue Bird berlanjut dipersidangan. Pada Rabu (4/2), Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menggelar sidang perdana gugatan merek yang menyeret beberapa petinggi PT Blue Bird atas penggunaan logo burung biru dan merek Blue Bird.
Gugatan dilayangkan oleh Mintarsih Abdul Latief, salah satu keluarga pendiri dan pemegang saham PT Blue Bird Taxi, pada 20 Januari 2015 yang lalu dengan perkara nomor 1/HKI/MEREK/2015/PN.JKT.PST.
Di dalam gugatannya tersebut, Mintarsih menyeret banyak pihak, seperti Purnomo Prawiro Dirut PT Blue Bird Tbk (tergugat I), Kresna Priawan Djokosoetono Dirut Pusaka Citra Djokosoetono (tergugat II), Noni Sri Aryati Purnomo Dirut Blue Bird Group Holding (tergugat III), PT Blue Bird Tbk (tergugat IV), PT Pusaka Citra Djokosoetono (tergugat V), dan Blue Bird Group Holding (tergugat VI).
Selain itu, Mintarsih juga memasukkan PT Blue Bird Taxi, PT Iron Bird, PT Iron Bird Transport, Otoritas Jasa Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, Ditjen HKI, berturut-turut sebagai turut tergugat I-VI.
Kuasa hukum Mintarsih, Steven Cahaya menuturkan PT Blue Bird Tbk telah menggunakan logo serta merek tanpa seizin kliennya hingga kini. Pemilik PT Gamya Taksi tersebut mengklaim dirinya sebagai pencipta logo burung biru serta merek Blue Bird sejak 1972 atau saat mendirikan PT Blue Bird. "Klien saya merasa hasil karyanya telah dirampas oleh PT Blue Bird Tbk," ujar Steven, Rabu (4/2).
Ia mengungkapkan PT Blue Bird Tbk telah menggunakan merek dan logo tersebut tanpa izin dari PT Blue Bird Taxi. Mintarsih merupakan pemiliki perusahaan tersebut yang mempunyai anak perusahaan Gamya.
Ia menuduh ada permainan dari pihak yang saat ini ada di PT Blue Bird Tbk yang telah dilakukan sejak 1993. Hal ini yang membuat Mintarsih tersingkir karena saat itu dirinya menjabat sebagai direktur sehingga tidak boleh mengelola langsung perusahaan dan tidak mengetahui perkembangannya lebih lanjut.
Kemudian, tanpa sepengetahuan kliennya, PT Blue Bird telah mendaftarkan merek dan logo tersebut ke Direktorat Merek bukan dengan atas nama Blue Bird Taxi. Mintarsih baru mengetahu fakta tersebut ketika PT Blue Bird akan menjual saham perdananya (Intial Public Offering/IPO) di bursa pada tahun 2012.
Atas pendaftaran merek dan logo tanpa izin tersebut, Mintarsih mengajukan gugatan melawan hukum di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan menuntut ganti rugi materil sebesar Rp 5,6 triliun dan Rp 1 triliun untuk immateril.
Secara terpisah, Kepala Humas Blue Bird Group, Teguh Wijayanto menuturkan pihaknya akan mengikuti semua proses peradilan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Ia mengungkapkan pihaknya telah mengetahui adanya gugatan ini, namun belum menunjuk kuasa hukum.
"Kami dari Blue Bird akan mengikuti proses hukum yang ada sesuai undang-undang. Kami sudah tahu ada gugatan ini tapi memang tidak bisa hadir. Untuk saat ini baru ini saja yang bisa kita jelaskan," jawabnya kepada KONTAN ketika dihubungi.
Dalam persidangan pertama yang digelar kemarin, hanya dihadiri oleh dua pihak, yaitu kuasa hukum dari PT Bursa Efek Indonesia selaku turut tergugat V dan Ditjen HKI sebagai turut tergugat VI. Ketua majelis hakim Kisworo memutuskan untuk memanggil kembali pihak-pihak yang belum hadir untuk hadir kembali pada persidangan berikutnya yaitu pada 11 Februari 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News