kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.953.000   -3.000   -0,15%
  • USD/IDR 16.555   0,00   0,00%
  • IDX 6.890   -36,55   -0,53%
  • KOMPAS100 999   -5,91   -0,59%
  • LQ45 772   -5,21   -0,67%
  • ISSI 220   -1,07   -0,48%
  • IDX30 400   -2,40   -0,59%
  • IDXHIDIV20 471   -4,62   -0,97%
  • IDX80 113   -0,69   -0,61%
  • IDXV30 115   -0,40   -0,35%
  • IDXQ30 130   -0,98   -0,75%

Sengketa jual beli di balik kredit BNI


Jumat, 14 Oktober 2011 / 07:15 WIB
Sengketa jual beli di balik kredit BNI
ILUSTRASI. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres berbicara selama wawancara dengan Reuters di markas besar PBB di New York City, New York, AS, 14 September 2020.


Reporter: Noverius Laoli |

JAKARTA. Asal muasal kasus kredit bermasalah milik PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk Cabang Medan, Sumatera Utara, mulai terkuak. Berdasarkan keterangan sejumlah pihak yang terkait kasus ini, sedikit terkorek latar belakang munculnya perkara ini.

Ramli Tarigan, Kuasa Hukum Boy Hermansyah, seorang pengusaha kelapa sawit yang menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini mengatakan, pangkal masalah dalam kasus ini adalah sengketa jual beli lahan kelapa sawit milik PT Atakana Company pada tahun 2010 lalu.

Ramli bercerita, awal kasus ini bermula dari Boy yang ditawari oleh pemegang saham Atakana untuk membeli tanah seluas seluas 3.455 hektare di Dusun Lubuk Bayah, Peureulak, Aceh Timur milik perusahaan tersebut. Para pemegang saham Atakana menyatakan, tanah itu akan dilelang oleh BNI karena kredit Atakana sebesar Rp 61 miliar macet. "Bila tidak dilunasi maka BNI akan menyegel lahan tersebut," ujar Ramli.

Boy pun menyanggupi membeli lahan itu dengan dengan harga Rp 115 miliar. Atas pembelian tersebut, ada perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. Isinya antara lain adanya pembagian keuntungan dari hasil panen kelapa sawit yang sudah duluan ditanam di lahan itu. Boy akan mendapatkan bagian Rp 150 per kilogram.

Namun, Boy harus melunasi utang Atakana ke BNI sebanyak Rp 61 miliar. "Utang itu sudah benar-benar dilunasi dan pemegang saham Atakana sudah dapat uang tanah itu," klaim Ramli.

Lalu, Boy pun mengajukan kredit ke BNI dengan besaran Rp 133 miliar. Namun BNI hanya mengabulkan senilai Rp 129 miliar.

Perjanjian belum tuntas

Namun, di tengah jalan, Boy dilaporkan ke polisi oleh salah satu pemegang saham PT Atakana yakni Mohammad Aka. Aka menuding Boy menyerobot lahan milik PT Atakana. Dari sinilah, polisi dan jaksa menjerat Boy dalam kasus kredit bermasalah di BNI. Boy saat ini masih buron dan terus diburu oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Namun cerita ini dibantah Kuasa Hukum Aka, Urba Halamoan Siagian. Ia mengatakan, perjanjian jual beli antara Atakana dengan Boy belum tuntas. Boy belum melunasi utang Atakana ke BNI.

Malah, kata Urba, diam-diam Boy menjaminkan tanah milik Atakana itu untuk mengajukan kredit sebesar Rp 129 miliar ke BNI. Aka berang karena mengetahui tanah yang belum sepenuhnya milik Boy sudah dijaminkan. "Apalagi, tanah itu sudah dipatok-patok oleh Boy," ujarnya. Makanya kubu Aka pun melaporkan Boy telah menyerobot lahan.Atas laporan itulah, polisi dan jaksa mencium ada pencairan kredit bermasalah di BNI.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumut, Mansyur Zaini mengatakan bahwa ia tidak mengetahui ada sengketa antara Boy dengan Aka. Ia memang mengakui laporan kasus ini berawal dari Aka. Namun ia menegaskan, ada prosedur yang bermasalah dalam pencairan kredit di BNI. "Sekarang masih terus kami proses," ujarnya. Namun, kejaksaan sudah menetapkan 4 pegawai BNI sebagai tersangka dan sudah ditahan.

Sebelumnya, Direktur Utama BNI Gatot Suwondo kepada KONTAN mengatakan, kalau kredit ke Boy Hermansyah sudah sesuai prosedur. Bahkan, kredit sebesar Rp 129 miliar berstatus lancar. Dan, Gatot menduga, kasus ini merupakan sengketa dua pengusaha sawit. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×