Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR akan segera melakukan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Revisi ini untuk menyelamatkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, revisi UU 12/2011 akan mulai dibahas pada masa persidangan III tahun sidang 2021 – 2022. Adapun masa sidang III akan dimulai 11 Januari 2022.
“Iya (mulai dibahas pada masa persidangan III),” kata Supratman saat dikonfirmasi, Senin (10/1).
Seperti diketahui, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2022.
Baca Juga: Puan Maharani Janji DPR Menindaklanjuti Putusan Uji Materi UU Cipta Kerja
Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo memastikan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tidak akan mengubah materi beleid tersebut.
Firman bilang, putusan MK tersebut menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusi bersyarat. Permasalahan yang menjadi dasar putusan tersebut berkaitan dengan tidak sesuainya pembuatan UU Cipta Kerja dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai amanat dari UUD 1945.
"Dimana dalam UU 12/2011 tidak ada norma tidak ada frasa yang mengatur tentang omnibus law," ujar Firman.
DPR pun telah menyiapkan naskah akademis untuk memasukkan frasa omnibus law dalam UU 12/2011. Firman optimistis revisi UU tersebut akan selesai dalam waktu singkat.
"Ini akan kami dorong dan kami persiapkan sehingga pada awal tahun setidak-tidaknya bulan satu atau dua, paling lambat bulan tiga ini semua sudah sesuai dengan yang ditetapkan MK," terang Firman.
Sementara, untuk isi materi dari UU Cipta Kerja, kata Firman, tidak mengalami perubahan. Meski begitu, hal itu akan diserahkan kepada pemerintah selaku pengusul UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Pemerintah minta revisi UU Cipta Kerja dan UU PPP jadi prioritas di 2022
Sebagai infromasi, dalam pertimbangan putusan uji formil UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi menegaskan, teknik atau metode apapun yang akan digunakan oleh pembentuk UU dalam upaya melakukan penyederhanaan UU, menghilangkan berbagai tumpang tindih UU, ataupun mempercepat proses pembentukan UU, bukanlah persoalan konstitusionalitas sepanjang pilihan atas metode tersebut dilakukan dalam koridor pedoman yang pasti, baku dan standar.
Serta dituangkan terlebih dahulu dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat menjadi pedoman bagi pembentukan UU yang akan menggunakan teknik atau metode tersebut.
Diperlukannya tata cara yang jelas dan baku dalam pembentukan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya merupakan amanat konstitusi dalam mengatur rancang bangun pembentukan UU. Artinya, metode ini tidak dapat digunakan selama belum diadopsi di dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Model penyederhanaan UU yang dilakukan oleh UU 11/2020 menjadi sulit dipahami apakah merupakan UU baru, UU perubahan, atau UU pencabutan.
“Karena terhadap tata cara pembentukan UU 11/2020 tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang; terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden; dan bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil,” tulis Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya.
Baca Juga: Putusan MK soal UU Cipta Kerja dinilai tetap menjamin kepastian hukum bagi investor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News