kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selamat jalan Jakob Oetama, peletak pilar Kompas Gramedia telah berpulang


Kamis, 10 September 2020 / 05:45 WIB
Selamat jalan Jakob Oetama, peletak pilar Kompas Gramedia telah berpulang


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sosok Jakob Oetama begitu lekat dengan adagium latin, "Fortiter in Re, Suaviter in Modo" artinya keras dalam prinsip halus dalam cara selama menjalankan roda bisnis Kompas Gramedia. Namun setelah lebih dari setengah abad Jakob Oetama menjadi nakhoda di Kompas Gramedia, pada Rabu (9/9) beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Almarhum meninggal dunia dengan tenang di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading pada pukul 13:05 WIB dalam usia 88 tahun.

Jakob Oetama selalu dikenal sebagai sosok yang mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme. Di mata karyawan, ia dipandang sebagai pimpinan yang tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. 

Corporate Communication Director Kompas Gramedia Rusdi Amral mengatakan Jakob Oetama adalah legenda, jurnalis sejati yang tidak hanya meninggalkan nama baik, tetapi juga kebanggaan serta nilai-nilai kehidupan bagi Kompas Gramedia. 

"Beliau sekaligus teladan dalam profesi wartawan yang turut mengukir sejarah jurnalistik bangsa Indonesia. Walaupun kini beliau telah tiada, nilai dan idealismenya akan tetap hidup dan abadi selamanya," jelasnya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Rabu (9/9). 

Baca Juga: Mengenang Jakob Oetama yang selalu menekankan etika jurnalistik tinggi

Jakob Oetama menanamkan nilai humanisme transedental sebagai fondasi bisnis Kompas Gramedia, idealisme dan falsafah hidupnya turut menyuburkan setiap sayap bisnis KG. Satu tujuan utama yang selalu dibanggakan Almarhum adalah bisa  mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia. 

Jakob Oetama adalah jurnalis senior dan tokoh pers nasional. Beliau lahir pada 27 September 1931 di Desa Jowahan, Borobudur, Jawa Tengah. Di masa mudanya, Jakob mengimpikan menjadi guru seperti ayahnya. 

Cita-citanya pun terwujud, Jakob sempat mengajar di SMP Mardi Yuwana Cipanas, Sekolah Guru Bagian B (SGB) Lenteng Agung Jagakarsa, dan SMP Van Lith Jakarta. Lewat pengalamannya sebagai guru dan berkat belajar ilmu sejarah, minat menulis tumbuh sebagai bibit awal Jakob Oetama terjun ke dunia jurnalistik. 

Karier Jakob Oetama di dunia jurnalistik bermula dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta. Pada 1963, bersama rekan terbaiknya, Almarhum Petrus Kanisius Ojong (P.K. Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia. 

Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaanlah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965. Jakob Oetama tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan.

Tak hanya pemimpin, tapi juga guru

Redaktur Senior Kompas Rikard Bagun menyatakan, Kompas Gramedia bisa terus melangkah maju dan akan tetap melaju berkat nilai yang ditanamkan oleh Jakob Oetama maupun PK Ojong sebagai pendiri KG. Nilai tersebut adalah tentang bagaimana memperkuat kompetensi, profesionalitas, menjaga budaya unggul, saling peduli, dan berbagi. 

Selama puluhan tahun Rikard tidak hanya mengenal Jakob sebagai seorang pemimpin, tetapi beliau juga sebagai orang tua dan guru. 

"Pak Jakob sudah kami anggap seperti orang tua atau ayah untuk kami semua. Tidak ada hambatan psikologis bagi kami ketika bertemu dan berdiskusi dengan beliau," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (9/9). 

Oleh karenanya hubungan antara Jakob dengan karyawan KG diakui Rikard sudah seperti satu keluarga. Rikard mengenang, kehadiran Jakob selalu memberikan kehangatan dan kegembiraan. Sikapnya yang bersahaja membuat Jakob tidak pernah mendikte siapapun, ia dikenal juga sebagai sosok yang egaliter. 

Baca Juga: Jokowi sebut Jakob Oetama jurnalis sejati yang mengkritik dengan halus dan santun

"Ketika di newsroom semisal ada seseorang yang membuat kesalahan, Pak Jakob hanya menegurnya dan tidak menyiratkan adanya masalah secara personal. Jadi tetap menyapa dengan baik ketika bertemu di kemudian hari," kenang Rikard. 

Rikard ingat betul perkataan bijak Jakob kepada seluruh tim di Kompas Gramedia yakni aset kita adalah pikiran, kebersamaan, dan kerja tim (team work). Jakob menegaskan tidak ada yang lebih hebat sehingga setiap pekerjaan harus dikerjakan bersama. 

Jakob Oetama juga dikenal sebagai sosok yang sangat peduli dan menghargai semua orang. 

Rikard bercerita Jakob jarang membahas mengenai perusahaan maupun neraca bisnis ketika berdiskusi, beliau lebih suka membahas tentang ide-ide besar untuk negeri atau bagaimana cara ikut berkontribusi kepada bangsa.

Di sisi lain, Rikard juga melihat Jakob sebagai seorang guru. Rikard bercerita cara jakob Oetama mendidik tentang kedisiplinan bukan dari perkataan melainkan dari perbuatan. Katanya Jakob selalu datang lebih awal dari siapapun. 

"Baik Pak Ojong maupun Pak Jakob, keduanya sebagai pendiri KG menganut bahwa semua pekerjaan punya perspektif sosialnya sehingga pekerjaan apapun mengajak orang lain dan juga hasil apapun orang lain merasakan sehingga ada keadilan kontributif di dalamnya," kata Rikard.

Rikard mengatakan di antara keduanya (pendiri KG) selalu ada paradoks, bahwa PK Ojong cenderung lurus, Jakob lentur. Sosok Jakob Oetama terkenal mampu memoderasi prinsip keras Ojong dengan cara yang lebih fleksibel sehingga keduanya menjadi pasangan emas dalam mengembangkan bisnis KG dan terus melangkah maju.

Maka dari itu, Jakob Oetama lekat dengan adagium latin yang jika diterjemahkan orang yang keras berprinsip tapi lembut dalam bersikap. 

Rikard mengatakan Jakob selalu berpesan boleh menyampaikan kritik tetapi harus membangun (konstruktif) bukan mengujar kebencian. Sebagai murid Jakob, Rikard selalu mengingat pesan Jakob yakni boleh menulis asalkan tidak ada tendensi menjatuhkan. 

Sedikit melihat ke belakang, Kompas sempat menghadapi jatuh bangun dalam berbisnis. Tepatnya pada 1978, kala itu Kompas sempat dibreidel selama dua minggu sejak tanggal 21 Januari 1978. 

Setelah Kompas melewati masa sulit, Rikard mengatakan Jakob dan Ojong yakin untuk membuat sekoci demi menyelamatkan karyawan yang sudah bekerja di Kompas. 

Baca Juga: Jakob Oetama wafat, Muhammadiyah: Kita kehilangan tokoh pers dan pemikir budaya

Pertimbangan Jakob kala itu, jika hal terburuk yang dibayangkan Ojong benar terjadi yaitu tahun depan Kompas dibredel lagi, mulai saat ini Kompas harus mengembangkan usahanya. Sampai dengan hari ini, keputusan Jakob dan Ojong di masa lalu bisa membawa Kompas Gramedia berkembang menjadi bisnis multi-industri. 

Nilai abadi KG untuk menghadapi perubahan zaman 

Rikard mengatakan setiap zaman ada tantangan dan peluangnya, tentu saja teman-teman yang melakukan pekerjaan sekarang ini tidak bisa diukur dengan pola lama di era sebelumnya. 

"Meskipun ada kebiasaan yang berbeda akibat lingkungan yang berubah, ada nilai abadi yang terus dipertahankan dan terus bisa berkembang mengikuti zaman. Nilai tersebut ada kejujuran dan integritas sebagaimana yang telah ditanamkan pendiri KG sejak awal," kata Rikard. 

Nilai abadi lainnya yang terus bisa langgeng meski zaman berubah adalah nilai humanis dan kerja keras. Hal tersebut diyakini Rikard tetap relevan sampai kapanpun. 

Adapun budaya unggul warisan PK Ojong dan Jakob Oetama yang terus dipupuk dalam lingkungan kerja saat ini diharapkan Rikard bisa  membuat Kompas Gramedia terus langgeng di usianya yang lebih dari setengah abad ini.

Selanjutnya: Ketua MPR akan memimpin serah terima jenazah Jakob Oetama di TMP Kalibata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×