kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.490   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.496   -47,74   -0,63%
  • KOMPAS100 1.161   -10,37   -0,89%
  • LQ45 930   -7,66   -0,82%
  • ISSI 225   -1,75   -0,77%
  • IDX30 479   -4,07   -0,84%
  • IDXHIDIV20 576   -4,59   -0,79%
  • IDX80 132   -1,10   -0,82%
  • IDXV30 142   -0,97   -0,68%
  • IDXQ30 160   -1,14   -0,70%

Sejumlah Organisasi Profesi Beberkan Alasan Penolakan Terhadap RUU Kesehatan


Senin, 05 Juni 2023 / 15:29 WIB
Sejumlah Organisasi Profesi Beberkan Alasan Penolakan Terhadap RUU Kesehatan
ILUSTRASI. Tenaga Kesehatan (Nakes) yang tergabung dalam 5 Organisasi Profesi (OP) kembali melakukan aksi damai menolak RUU Kesehatan Omnibuslaw di depan kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law banyak mendapatkan penolakan dari organisasi profesi dan dianggap tidak ada urgensi. 

Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk RUU Kesehatan, Beni Satria, menilai banyak pasal menilai RUU Omnibus Law yang kemudian masih menimbulkan pertanyaan dalam RUU Kesehatan. Ia juga mengkhawatirkan adanya RUU Kesehatan Omnibus Law ini akan berdampak pada penurunan kualitas pelayanan kesehatan. 

"Dengan mencabut 9 UU kemudian merevisi 13 UU keseluruhan termasuk peraturan ketentuan pelaksana yang sudah dikeluarkan ini sangat menimbulkan banyak tanda tanya," ungkap Beni pada media di depan Gedung Parlemen, Senin (5/6). 

Baca Juga: Tolak RUU Kesehatan, Nakes Ancam Bakal Mogok Kerja Serentak

Ia menyebutkan beberapa pasal yang mereka anggap tidak jelas. Pertama, pasal terkait konsil tenaga kesehatan tradisional. Ia menilai dalam RUU ini tidak mendapat kejelasan akan pasal tersebut.  "Bahkan penegakan disiplin dan etiknya tidak ada dalam draf RUU Kesehatan,"pungkas Beni. 

Kedua, terkait rencana adanya pendidikan dokter spesialis hospital based atau pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit untuk menekan biaya pendidikan dokter. 

Ia menuding adanya rencana tersebut tidak menutup kemungkinan biaya pendidikan dokter semakin murah tapi juga sebaliknya. Sebab ia mengatakan bahwa biaya pendidikan kedokteran ini dari tahun ketahuan semakin mahal. 

Ketiga, adanya ancaman pidana pada nakes di RUU Kesehatan. Ia menilai adanya pasal tersebut membuat banyak nakes yang resah utamanya yang bertugas di daerah terpencil. Sebab rumah sakit di daerah masih banyak yang tidak memiliki fasilitas lengkap dan memadai. 

Kurangnya fasilitas ini berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan nakes menjadi kurang maksimal, namun jika ada pasien yang meninggal, nakeslah yang mendapatkan ancaman pidana.

Baca Juga: Ini yang Akan Dilakukan IDI Jika RUU Kesehatan Disahkan

"Justru kita yang ditempatkan di daerah begitu obat tidak ada alat kesehatan tidak lengkap, fasilitas tidak standar sering nakes yang mendapatkan ancaman pidana penjara ketika pasien meninggal. Kemudian, pemerintah bilang ini bentuk perlindungan tapi perlindungan yang dimana?," pungkas Beni. 

Berikutnya, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Usman Sumantri juga menyoroti aturan soal tenaga kesehatan asing lulusan luar negeri dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Bahwa Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali aturan tersebut. 

"Seperti halnya Pasal 235 RUU Kesehatan, pengalaman kerja di luar negeri bukan merupakan jaminan kualitas tenaga medis/tenaga kesehatan warna negara asing dapat melakukan pelayanan kesehatan di Indonesia sehingga bukan tidak mungkin akan berisiko membahayakan masyarakat," jelas Usman.

Menurut Usman, pemerataan pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan kemampuan dari tenaga medis atau tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Ekosistem Pertembakauan Meminta RDPU RUU Omnibus Kesehatan

"Sehingga perlu dipertimbangkan, apakah pemanfaatan tenaga medis dan tenaga kesehatan Warga Negara Asing lulusan luar negeri, misalnya dalam kemudahan perizinan, kemudahan warga negara asing dalam mengikuti pendidikan dokter spesialis di Indonesia tidak akan membawa dampak negatif bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia itu sendiri,” terangnya.

Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam menyoroti masalah multi Organisasi Profesi (OP) yang berisiko menimbulkan standar ganda/multi dalam penegakan etika yang akan membahayakan keselamatan pasien di kemudian hari.

“Banyak OP dengan banyak standar etika yang berbeda, maka di satu OP yang mungkin saja tidak dianggap sebagai di OP lain akan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu, sehingga keselamatan masyarakat sebagai pasien tentunya akan terancam pula," tegasnya.

Baca Juga: Wall Street Ditutup Naik 2 Hari Beruntun, S&P 500 Melonjak Hampir 1% Kamis (18/5)

"Padahal, ada juga profesi lain dalam UU juga disebutkan OP (tunggal)-nya, misalnya notaris, akuntan, arsitek, psikolog. Hal yang sama seharusnya berlaku juga untuk profesi medis dan tenaga kesehatan karena menyangkut standar untuk keselamatan dan nyawa manusia," tambahnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×