kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah fraksi di Banggar tolak BLSM


Selasa, 11 Juni 2013 / 09:15 WIB
Sejumlah fraksi di Banggar tolak BLSM
ILUSTRASI. Makanan dan minuman yang bikin batuk dan pilek makin parah.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Pemerintah perlu memperkuat lobi di DPR karena sejumlah fraksi di Badan Anggaran (Banggar) menolak program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Saat ini, pembahasan RAPBNP 2013 sudah berada di Banggar. Hasil pembahasan Banggar menentukan apakah paripurna DPR akan menerima atau menolak BLSM.

Penolakan secara tegas datang dari Fraksi PDI Perjuangan. Sejak awal, mereka memang menolak program sosial itu. "Mengapa harus ada BLSM kalau BBM tidak perlu naik," kata Dolfie OFP, Anggota Banggar dari Fraksi PDIP, Senin (10/6).

Apalagi, ada kekhawatiran program BLSM hanya menjadi alat partai koalisi pendukung pemerintah untuk menarik simpati masyarakat miskin. Mengingat, Pemilu berlangsung April 2014. Sangat mudah bagi elit politik yang duduk di pemerintahan untuk memanfaatkan program itu demi mengangkat citranya sendiri dan partainya.

Penolakan BLSM juga datang dari anggota partai koalisi, yakni PKS. Secara tegas, partai dakwah ini menolak kenaikan harga BBM. Otomatis, bila harga BBM subsisi masih tetap Rp 4.500 per liter, pemerintah tidak perlu lagi menyalurkan bantuan sosial ke masyarakat miskin. "Pemerintah sudah punya program pengentasan kemiskinan yang sudah baik, yakni Program Keluarga Harapan (PKH)," papar Ecky Awal Mucharam, Anggota Banggar dari Fraksi PKS.

Sekadar mengingatkan, usulan dana BLSM Rp 11,65 triliun. Pemerintah akan membagikan dana itu ke 15,5 juta masyarakat berkategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Setiap rumah tangga mendapatkan Rp 150.000 per bulan.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) juga menilai, pemberian bantuan itu bukan solusi mengatasi tekanan tekanan ekonomi akibat kenaikan harga BBM subsidi. " Pemerintah seharusnya memberi kail dan bukan ikannya," ujar Enny Sri Hartati, Direktur INDEF.

Ya! Bantuan itu juga hanya menjadi angin lalu, karena langsung habis dibelanjakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×