Reporter: Irma Yani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mencatatkan, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) mencapai 6 juta orang. Hampir 65% TKI tersebut bekerja di sektor informal. Umumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
TKI tersebut bekerja di lebih 40 negara dan berasal dari 400 kabupaten/kota di Indonesia. "TKI seperti kanker, kalau dulu mereka umumnya berasal dari Pulau Jawa kini 400 kabupaten/kota di Indonesia telah menjadi daerah basis TKI," kata Kepala BNP2TKI Mohammad Jumhur Hidayat, akhir pekan lalu.
Jumlah TKI akan terus bertambah. Jumhur mengatakan, setiap hari terdapat penempatan 2.000 TKI ke luar negeri dan per bulan mencapai 60.000 orang. Menurutnya, banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menjadi TKI setelah melihat keberhasilan yang telah lebih dahulu bekerja di luar negeri terlebih jika diiming-imingi gaji yang besar.
Selain itu, Jumhur mengakui banyak orang memilik bekerja di luar negeri karena keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri. Sehingga, dia bilang banyak yang pergi dengan tujuan memperbaiki nasib meskipun tidak dibekali kemampuan dan keterampilan memadai.
Sebagai solusi, Jumhur bilang pemerintah akan membangun sistem dalam jaringan (online) dari proses perekrutan calon TKI, pemenuhan persyaratan administratif, tes kesehatan, pelatihan minimal 220 jam, penempatan yang termonitor dari Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota hingga BNP2TKI, perwakilan RI di luar negeri, imigrasi, dan instansi terkait lain. "Sebelum mereka berangkat, wajib memiliki kartu tenaga kerja luar negeri. Mereka yang tidak punya berarti ilegal," tegasnya.
Ia mengatakan, saat ini secara bertahap pemerintah akan menghentikan penempatan TKI informal atau PRT dengan meningkatkan penempatan TKI formal yang memiliki keahlian atau keterampilan memadai. "Indonesia nggak mau hanya dikenal sebagai negara yang menempatkan pembantu rumah tangga ke luar negeri," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News