kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Santri Gontor Tewas Dianiaya, Kemenag Siapkan Aturan Cegah Kekerasan Di Ponpes


Selasa, 06 September 2022 / 15:11 WIB
Santri Gontor Tewas Dianiaya, Kemenag Siapkan Aturan Cegah Kekerasan Di Ponpes
ILUSTRASI. Santri Gontor Tewas Dianiaya, Kemenag Siapkan Aturan Cegah Kekerasan Di Ponpes


Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Seorang santri di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (PPMD) atau Ponpes Gontor meninggal akibat kekerasan. Kementerian Agama (Kemenag) menjanjikan kekerasan di ponpes tidak akan terulang.

Kemenag menyiapkan aturan baru untuk mencegah terulangnya kekerasan di ponpes. Kemenag berharap kematian santri di Ponpes Gontor adalah yang terakhir kali.

Rasa duka mendalam dialami Soimah, seorang ibu asal Palembang, Sumatera Selatan. Ia kehilangan buah hatinya berinisial AM yang sedang sekolah di Pondok Pesantren Moderen Darussalam Gontor.

Dilansir dari Kompas.com, Soimah mengatakan, awalnya mendapat kabar dari ponpes bahwa anaknya meninggal karena kelelahan saat mengikuti Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum). Kabar tersebut didapatkan Soimah dari Ustad Agus, pengasuh Gontor 1 pada Senin (22/8/2022) sekitar pukul 10.20 Wib.

“Akhirnya almarhum tiba di Palembang pada Selasa siang, 23 Agustus 2022, diantar oleh pihak Gontor 1 dipimpin ustad Agus. Itu pun saya tidak tahu siapa ustad Agus itu, hanya sebagai perwakilan,” tulis Soimah dalam surat terbuka yang dia buat dan telah dikonfirmasi Kompas.com, Senin (5/9/2022).

Namun, Soimah mendapatkan laporan dari Wali Santri Pondok Pesantren Moderen Darussalam Gontor lain yang menyebutkan bahwa AM bukan meninggal karena kelelahan. Pihak keluarga akhirnya meminta peti jenazah AM dibuka.

Keluarga melihat kondisi korban bukanlah meninggal akibat kelelahan, tetapi diduga akibat kekerasan. “Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian begitu juga dengan keluarga. Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit sudah siap melakukan otopsi,” jelasnya.

Baca Juga: Santri Meninggal Diduga Dianiaya, Ini Profil Ponpes Gontor yang Berdiri Sejak 1926

Setelah didesak, pihak Pesantren Gontor 1 yang mengantarkan jenazah AM, mengakui bahwa AM menjadi korban kekerasan. “Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang nota bene nomor satu di Indonesia,” ungkapnya.

Usai mendapatkan pengakuan dari pihak pondok pesantren Gontor, Soimah memutuskan untuk tidak jadi melakukan otopsi karena tidak ingin tubuh putranya tersebut "diobarak-abrik".

Ponpes Gontor minta maaf

Melalui keterangan resmi, pihak Ponpes Gontor melalui Juru bicaranya Noor Syahid, menyampaikan permohonan maaf sekaligus menyatakan dukacita atas wafatnya AM. “Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum. Dan sebagai pondok pesantren yang concern terhadap pendidikan karakter anak, tentu kita semua berharap agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” kata Noor Syahid, lewat keteranga tertulis.

Ponpes Gontor juga meminta maaf kepada orangtua dan keluarga korban bila dalam proses pengantaran jenazah dianggap tidak jelas dan terbuka. Noor menjelaskan, berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, pihaknya menemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan AM meninggal.

Menyikapi hal itu, pihak ponpes Gontor langsung bertindak dengan menindak atau menghukum mereka yang terlibat dugaan penganiayaan tersebut. Menurut Noor, pada hari yang sama ketika korban meninggal, Pondok Pesantren Moderen Darussalam Gontor Ponorogo langsung mengeluarkan pelaku dari ponpes secara permanen dan langsung mengantarkan mereka kepada orangtua mereka masing-masing.

“Pada prinsipnya kami, Pondok Modem Darussalam Gontor tidak memberikan toleransi segala aksi kekerasan di dalam lingkungan pesantren, apa pun bentuknya, termasuk dalam kasus almarhum AM ini,” jelas Noor Syahid.

Poin terakhir, Pondok Pesantren Moderen Darussalam Gontor Ponorogo siap untuk mengikuti segala bentuk upaya penegakan hukum terkait peristiwa wafatnya almarhum AM ini.

Aturan baru Kemenag

Kemenag berharap kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama dan keagamaan, seperti di Ponpes Gontor tidak terulang. Kemenag juga akan segera menerbitkan regulasi sebagai langkah mitigasi dan antisipasi.

“Kekerasan dalam bentuk apa pun dan di manapun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya,” terang Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag, Waryono Abdul Ghofur,  dalam keterangan resmi, Selasa (6/9/2022).

Pesan ini disampaikan Waryono saat dimintai tanggapan atas peristiwa yang dialami AM (17 tahun), salah satu santri Ponpes Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. AM meninggal dunia pada 22 Agustus 2022 dan diduga ada tindak kekerasan yang dilakukan kakak kelasnya.

“Mewakili Kementerian Agama, kami sampaikan duka cita. Semoga almarhum husnul khotimah, dan keluarganya diberi kekuatan dan kesabaran. Kami juga berharap peristiwa memilukan seperti itu tidak terjadi lagi,” ungkap Waryono.

Sejak peristiwa ini mencuat, Direktorat PD Pontren segera berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur. Pihak Kanwil selanjutnya menerjunkan tim dari Kantor Kemenag Kabupaten Ponorogo untuk menemui para pihak dan mengumpulkan berbagai informasi di lokasi kejadian.

"Kami mengapresiasi langkah Pesantren Gontor yang telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, memberikan sanksi kepada para pelaku, dan berkomitmen terhadap upaya penegakan hukum," jelas Waryono.   

Kementerian Agama, lanjut Waryono, terus memproses penyusunan regulasi pencegahan tindak kekerasan pada pendidikan agama dan keagamaan. Menurutnya, saat ini regulasi tersebut sudah dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

“Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan mudah-mudahan tidak dalam waktu lama dapat segera disahkan,” terang Waryono.

Waryono berharap semua lembaga pendidikan agama dan keagamaan, dapat melakukan langkah-langkah penyadaran dan pencegahan tindak kekerasan sejak dini.

“Edukasi kepada semua pihak diperlukan, pengasuh dan pengola meningkatkan pengawasan dan pembinaan, agar tindak kekerasan tidak terulang lagi,” pungkas Waryono

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×