kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sah! Sri Mulyani tetapkan batas pengenaan tarif progresif CPO jadi US$ 750 per ton


Selasa, 29 Juni 2021 / 20:12 WIB
Sah! Sri Mulyani tetapkan batas pengenaan tarif progresif CPO jadi US$ 750 per ton
ILUSTRASI. Pemerintah ubah tarif progresif CPO jadi US$ 750 per mt


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Setali tiga uang, Sri Mulyani menetapkan batas pengenaan tarif progresif crude palm oil (CPO) yang berubah dari US$ 670 per metrik ton (MT) menjadi US$ 750 per MT.

Direktur Utama Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Aburrachma menjelaskan apabila harga CPO di bawah atau sama dengan US$ 750 per MT, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar US$ 55 per MT.

Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar US$ 50 per MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$ 20 per MT untuk produk crude, dan US$ 16 per MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai US$ 1.000. Lanjut, apabila harga CPO di atas US$ 1.000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk. 

Eddy menyampaikan dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.

Baca Juga: Jika tarif PPN jadi dikerek, begini pengaruhnya terhadap inflasi

"Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," kata Eddy dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Selasa (29/6).

Sebagai info, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan BPDPKS, yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas.

Adapun besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk CPO dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 2 Juli 2021.

Tak hanya itu, kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara ad valorem juga diatur ulang. Saat ini mencapai 36,4% (maksimal) dari harga CPO.

Dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, kewajiban eksportir secara ad volerum turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO. Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional. 

Di sisi lain, Eddy menambahkan penerapan pungutan ekspor di tahun 2020 dan tahun 2021 terbukti tidak menyebabkan penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani. Harga TBS di tingkat petani mengikuti kenaikan harga CPO, di mana pada bulan Januari-Mei 2021, rata-rata harga TBS di tingkat petani adalah di atas Rp 2.000 per kilogram (kg).

Baca Juga: Sri Mulyani bakal cabut insentif PPh final UKM dengan omzet kurang dari Rp 50 miliar

"Selain itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Upaya ini dilakukan dengan mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180.000 hektar lahan per tahun, dengan alokasi dana untuk tiap hektar lahan yang ditetapkan sebesar Rp 30 juta per Ha," ujar Eddy.

Di samping itu, peningkatan kesejahteraan petani juga diupayakan dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), melalui pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit, serta pelatihan bagi petani dan masyarakat umum.

Program pengembangan SDM yang diberikan terutama adalah program pengembangan yang sesuai Good Agricultural Practice (GAP) dan menunjang keberlanjutan usaha.

"Kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor diambil sebagai komitmen Pemerintah untuk terus melakukan evaluasi, sehingga dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini. Semua pihak diharapkan terus mendukung kebijakan Pemerintah, karena tujuan akhir dari semua kebijakan terkait kelapa sawit adalah sustainability kelapa sawit, mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional," tutup Eddy. 

Selanjutnya: Asosiasi petani sawit minta pemerintah melanjutkan moratorium sawit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×