Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas atas beleid sapu jagad perpajakan tersebut, Kamis (7/10).
Setelah disepakati dalam Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan, RUU HPP akan ditandatangani Presiden RI Joko Widodo untuk segera diundangkan.
“Saya menanyakan kepada anggota apakah RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disahkan menjadi undang-undang? Setuju?,” kata Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar sambil mengetok palu pasca seluruh anggota DPR RI menyepakati RUU HPP saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10).
Baca Juga: Tarif PPN resmi naik jadi 11%, Yasonna: Lebih rendah dibanding negara lain
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie menyampaikan bahwa sistematika RUU HPP terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal, yang secara garis besar memuat enam ketentuan.
1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
· Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Dengan terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah administrasi Wajib Pajak Indonesia, khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi. Program ini akan mempermudah aktivitas pendataan masyarakat sebagai wajib pajak.
· Terkait asistensi penagihan pajak global kerjasama bantuan. Penagihan pihak antar negara, dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara resiprokal. Hal ini dilakukan sebagai wujud peran aktif Indonesi dalam kerja sama internasional.
2. Ketentuan Terkait Pajak Penghasilan
· Adanya pengaturan lapisan tarif PPh Orang perbaikan yang berpihak pada lapisan penghasilan terendah yang saat ini sebesar Rp 60 juta.
· Adanya penambahan tarif PPh Wajib Pajak OP sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar per tahun, serta penambahan ambang batas peredaran bruto tidak kena pajak untuk UMKM
Baca Juga: Pemerintah batal turunkan tarif PPh Badan pada 2022 demi tingkatkan penerimaan
· Pengaturan ulang tarif PPh Badan sebesar 22% untuk mendukung penguatan basis pajak.
· Pengaturan tentang unik dan amortisasi.
“Kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan bentuk perlindungan bagi UMKM dan masyarakat rendah. Selain itu, kebijakan tersebut juga diharapkan lebih mencerminkan keadilan bagi Wajib Pajak,” ujar Dolfie saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10).
3. Ketentuan Terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
· Komitmen keberpihakan pada masyarakat bawah tetap terjaga dengan memberikan pemberian fasilitas PPN atas kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial. Hal ini sekali lagi merupakan bentuk keberpihakan DPR sebagai wakil rakyat dalam kebutuhan dasar masyarakat banyak.
“Selain itu, juga diperkenalkan skema PPN Final untuk sektor tertentu agar lebih memudahkan bagi pelaku UMKM serta menyesuaikan tarif PPN secara bertahap sampai dengan 2025,” ujar Dolfie.
4. Ketentuan Terkait Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
· Untuk mendorong peningkatan kepatuhan kepatuhan, Panja juga menyusun Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPSWP) yang memfasilitasi para Wajib Pajak yang memiliki itikad baik untuk patuh dan terintegrasi dalam sistem perpajakan.
Baca Juga: Jelang pengesahan RUU HPP, ini kata Menko Airlangga dan Sri Mulyani
“Dengan tetap memperhatikan pemenuhan rasa keadilan bagi seluruh wajib pajak. Program ini diharapkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk secara sukarela mematuhi kewajiban pajaknnya,” kata dia.
5. Ketentuan Pajak Karbon
· Penyusunan peta jalan pajak karbon dan pasar karbon bersama DPR, penetapan subjek, objek, dan tarif pajak karbon, serta insentif wajib pajak yang berpartisipasi dalam emisi karbon.
“Hal ini juga merupakan komitmen terhadap lingkungan, perubahan iklim, dan penurunan emisi gas rumah, agar kita tetap dapat mewariskan negara ini kepada generasi penerus bangsa,” terang Dolfie.
6. Ketentuan Terkait Cukai
· Penegasan ranah pelanggaran administratif dan prinsip-prinsip ultimum remedium penyidikan pada tindak pidana terkait dengan penerimaan negara dan kepastian hukum. Diharapkan adanya prinsip ultimum remedium merupakan pendorong restoratis keadilan di bidang pajak.
Selanjutnya: Paripurna DPR, batal kenakan PPN sembako, jasa pendidikan, dan kesehatan tertentu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News