Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama dengan DPR RI tengah menggelar Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Kamis (7/10).
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie menegaskan dalam RUU HPP pemerintah bersama parlemen menyepakati bahwa barang kebutuhan pokok atau sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial yang dibutuhkan masyarakat bawah tetap dikecualikan dari barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Baca Juga: Simak rekomendasi saham konsumer di tengah sentimen kenaikan PPN
Dolfie bilang keputusan tersebut merupakan perubahan setelah sebelumnya pemerintah mengajukan agar daftar non-BKP dan non-JKP tersebut tidak lagi diberikan fasilitas. Alias akan dipungut pajak pertambahan nilai (PPN), sebagaimana RUU tentang Perupahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
“Hal ini sekali lagi merupakan bentuk keberpihakan DPR sebagai wakil rakyat dalam terhadap kebutuhan dasar masyarakat banyak,” kata Dolfie saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10).
Namun demikian, dalam RUU HPP pemerintah bersama dengan Panitia Kerja (Panja) DPR RI RUU KUP Komisi XI DPR RI setuju untuk meningkatkan tarif PPN di tahun depan dari yang berlaku saat ini sebesar 10% menjadi 11%.
Sementara itu, Dolfie yang juga merupakan Ketua Panja Komisi XI DPR RI menegaskan, dalam RUU HPP juga diperkenalkan skema PPN Final untuk sektor tertentu.
“Agar lebih memberikan kemudahan bagi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan tahun 2025,” ujar Dolfie.
Baca Juga: Jelang pengesahan RUU HPP, ini kata Menko Airlangga dan Sri Mulyani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News