Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Ketiga, RUU KUP bisa digunakan untuk mendorong penerimaan pajak. Misalnya, masalah pengumpulan/pemberian data dan informasi kepada otoritas pajak dari WP maupun pihak ketiga. Kemudian, terkait kriteria pemeriksaan bukti permulaan yang dapat memberikan kepastian dan keadilan. Menurutnya, jika dalam RUU KUP sudah mengedepan kepastian dan keadilan tentu akan berdampak kepada kepatuhan sukarela wajib pajak.
Di sisi lain, Praktisi Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Boko menyesalkan penundaan pembahasan RUU KUP, meski memang Omnibus Law Perpajakan adalah perintah dadakan dari Presiden Joko Widodo. Dia menilai, berbicara penerimaan besar kaitannya dengan tarif pajak yang berlaku.
Baca Juga: Realisasi pajak 2019 jeblok, tahun ini diramal tak akan jauh berbeda
Namun, tarif pajak yang sudah ditentukan dalam Omnibus Law Perpajakan kurang kompetitif menggerek penerimaan pajak. Ronny menilai tarif yang lebih rendah akan mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Jadi hitungannya, biar tarif turun tapi jumlah pembayar pajak makin banyak.
“Tarif pajak kurang friendly, bandingkan dengan Singapura masih lebih rendah. Target pajak sampai kapanpun tidak dapat tercapai kalau model tarif pajak tinggi. Sehingga kalau belum rinci patut dibahas dalam RUU KUP, “ kata Ronny kepada Kontan.co.id, Kamis (9/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News