Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaringan Pengamanan Sistem Keuangan (JPSK). Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU tersebut pun telah dibentuk, dengan diketuai oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, RUU JPSK terdiri dari 12 bab dan 51 Pasal yang mencakup asas penyelenggaran jaringan pengaman sistem keuangan, komite stabilitas pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, penanganan permasalahan bank, insentif dan atau fasilitas dalam penanganan systematically important bank (SIB) pendanaan, pertukaran data dan informasi, akuntabilitas dan pelaporan.
Sementara itu, ruang lingkup JPSK, meliputi koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan; penanganan kondisi tidak normal serta penanganan masalah SIB baik dalam kondisi keuangan stabil dan normal maupun tidak normal.
Sebab, ketentuan peraturan perundangan yang ada selama ini hanya menangani bank kondisi normal sehingga berpotensi tidak memadai dalam penanganan bank tidak normal dan atau penanganan bank yang sistemik.
"RUU JPSK juga memuat penanganan permasalahan bank sistemik yang tidak bisa ditangani otoritas sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya," kata Bambang di DPR, Selasa (25/8).
Sementara itu, penanganan bank yang tidak masuk dalam bank sistemik dilakukan oleh otoritas sesuai kewenangan yang diatur dalam undang-undang terkait.
Selain itu, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dapat mengaktifkan badan restrukturisasi perbankan untuk penyehatan bank sistemik dan bukan sistemik, untuk bank yang memiliki masalah masif dan membahayakan ekonomi nasional.
Bambang juga memaparkan, ruang lingkup dalam RUU JPSK 2015 ini hanya mencakup perbankan lantaran sektor ini merupakan sendi utama sistem pembayaran yang bisa bermasalah dan akan mengancam perekonomian.
Berbeda dengan RUU JPSK tahun 2012 yang ruang lingkupnya mencakup perbankan dan asuransi.
Dalam RUU JPSK yang baru ini, diatur pula bahwa penetapan bank berdampak sistemik ditetapkan oleh KSSK ketika bank mengalami masalah.
Penetapan tersebut juga dilakukan setelah bank ditetapkan bermasalah atau predeterment oleh otoritas pengawas setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
Lebih lanjut, penanganan bank juga dilakukan dengan sistem private solution yaitu dengan rencana penyehatan dan pemulihan yang disusun oleh bank dan disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan penggunaan dana publik.
Untuk meminimalkan biaya penanganan bank, masalah solvabilitas dalam metode ini akan disertai dengan penanganan bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yakni pengalihan aset dan kewajiban serta bank perantara.
Selain itu, dalam RUU JPSK yang baru, pemerintah juga menghilangkan pasal imunitas pengambil kebijakan.
Namun, pemerintah mengganti dengan pendampingan hukum agar pejabat berani mengambil kebijakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News