kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Rupiah melemah, subsidi BBM membengkak


Jumat, 06 September 2013 / 16:49 WIB
Rupiah melemah, subsidi BBM membengkak
ILUSTRASI. Anak di bawah 18 tahun bisa mudik tanpa PCR dan antigen, asalkan sudah divaksin dua kali. foto: KONTAN/Baihaki/16/01/2022


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemerintah memperkirakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun ini akan melebih pagu anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBNP 2013.  Menurut Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro, membengkaknya anggaran subsidi ini dikarenakan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Sehingga membuat harga BBM subsidi yang diimpor turut mengalami kenaikan.

Namun diperkirakan pembengkakan subsidi BBM tidak akan terlalu tinggi, atau masih di bawah 101% dari total pagu anggaran. Sekedar mengingatkan, dalam APBNP 2013 anggaran untuk subsidi BBM dan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebesar Rp 149,7 triliun. "Jadi penambahan itu terjadi hanya dari sisi kurs saja," ujar Bambang, kepada wartawan Jum'at (6/9).

Meskipun terjadi pembengkakan subsidi BBM, pemerintah meyakinkan hal itu tidak akan membuat defisit APBNP 2013 melebar jauh. Pemerintah akan melakukan berbagai cara agar defisitnya tetap berada di level 2,38% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Salah satu caranya yaitu dengan menekan belanja Kementrian/lembaga yang tidak bisa menyerap pagu anggaran. Lihat saja, hingga 30 Agustus 2013, penyerapan anggaran belanja modal Kementrian/lembaga baru 31% dari APBNP.

Meski sulit terserap 100%, bukan berarti pemerintah akan menahan penyaluran anggaran ke setiap Kementrian/lembaga. Soalnya hal itu bisa mengganggu pertumbuhan yang ditargetkan oleh pemerintah yang sebesar 5,9%. "Belanja modal ini hanya masalah cash flow saja, banyak proyek yang kontraktornya dibayar di akhir tahun," jelas Bambang.

Direktur Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, menyebut bahwa permasalahan BBM ini selalu terjadi setiap tahun. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah harus segera, memperbaiki ketergantungan masyarakat terhadap BBM dan mengalihkannya ke penggunaan bahan bakar non BBM.

"Pelaksanaan kebijakan penggunaan Bahan Bakar Nabati dalam kandungan solar harus dipercepat, sehingga bisa menekan jumlah impor BBM," sarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×