kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Rupiah terdepresiasi karena krisis kepercayaan


Jumat, 06 September 2013 / 13:20 WIB
Rupiah terdepresiasi karena krisis kepercayaan
ILUSTRASI. Pekerja berjalan dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/4/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.


Reporter: Marti Riani Maghfiroh |

JAKARTA. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia menilai nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi dalam beberapa periode terakhir ini adalah akibat dari terjadinya krisis kepercayaan pada pemerintah.

Didik J. Rachbini, Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin) menilai bahwa krisis nilai tukar rupiah bermula dari lemahnya kebijakan fiskal.

“Kebijakan fiskal yang dibuat oleh gabungan antara politisi, pemimpin, presiden, menteri keuangan, dan lain-lain itu lah biang keroknya. Kebijakannya lemah, sehingga postur dan strukturnya rapuh,” ujar dia.

Kondisi tersebut pun kemudian memaksa para investor untuk semakin tidak percaya pada Indonesia sehingga memutuskan untuk mengambil kembali dananya yang sebelumnya ditempatkan di Indonesia.

Terbukti dari jumlah dana asing yang ada di Indonesia tercatat mencapai US$ 192 miliar per Juli 2013, kemudian dana tersebut secara perlahan-lahan mulai banyak ditarik investor. Dalam tiga bulan terakhir, dana asing yang keluar bahkan diperkirakan sebesar US$ 23,5 miliar. Jumlah itu terdiri dari dana di pasar saham sebesar US$ 3,5 miliar dan US$ 20 miliar dari pasar obligasi.

Oleh karena itu, Didik bilang pemerintah perlu membenahi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang selama ini terbengkalai dan semrawut akibat kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Selanjutnya, Indonesia pun tak hanya mengalami defisit primer namun juga terjadi defisit APBN.

Saat ini Indonesia mengalami defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar -2,38% dari sebelumnya -1,65%. Porsi subsidi energi pun justru naik dari 23,8% menjadi 25,1%. Sedangkan belanja modal justru turun dari 16% menjadi 15,7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×