Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Universitas Atmajaya Agustinus Prasetyantoko menilai, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dengan anggaran sosial yang lebih besar, sudah tepat.
Hal itu bisa menjadi stimulus bagi masyarakat di tengah kondisi ekonomi saat ini. Salah satunya, pelemahan nilai tukar rupiah.
Menurut Agustinus, jika pelemahan nilai tukar rupiah yang hampir menyentuh level Rrp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS) berlangsung terus-menerus maka bisa membuat pertumbuhan ekonomi melandai.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah untuk mengenakan tarif PPh Pasal 22 impor terhadap barang konsumsi juga diperkirakan bakal menahan pertumbuhan. Apalagi, jika barang konsumsi yang dikenakan tersebut juga merupakan bahan baku.
"Stimulus apa yang bisa diberikan dalam situasi semacam ini? Maka sebetulnya yang paling masuk akal adalah stimulus untuk masyarakat," kata Agustinus dalam acara diskusi RAPBN 2019 di Hotel Mandarin Oriental, Rabu (5/9).
Stimulus yang dimaksud, yakni melalui anggaran perlindungan sosial yang seharusnya naik. Sebab, jika ekonomi masyarakat dengan anggaran perlindungan sosial maka kemungkinan besar tidak akan berdampak pada pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit atau CAD).
"Tetapi kalau aktivitas pembangunan infrastruktur jalan terus dan investasi swasta itu ekspansif mau tidak mau CAD kita tergerus," terangnya.
"Itu pilihan yang masuk akal. Artinya narasi besarnya adalah ketika pertumbuhan ekonomi tidak bisa didorong ke atas yang harus dilakukan adalah memperbaiki kualitas pertumbuhannya," tambah dia.
Dalam RAPBN 2019, anggaran perlindungan sosial diusulkan naik menjadi Rp 381 triliun dari APBN 2018 yang hanya Rp 287 triliun. Dana perlindungan sosial akan dipakai untuk membiayai Dana Desa, bantuan pangan, Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi bunga KUR, hingga pembayaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News