Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Jokowi telah meneken beleid Omnibus Law UU Cipta Kerja pada awal November lalu dengan diundangkannya menjadi UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu aturan yang ada dalam beleid ini adalah kemudahan proyek strategis nasional.
Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kemudahan Berusaha Bagi Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), sedang dalam proses penyusunan.
“Saat ini draft sedang dimintakan pendapat (masukan) dari publik,” kata Wahyu ketika dikonfirmasi, Minggu (15/11).
KPPIP menyebutkan, diperlukan regulasi yang memberikan fasilitas kemudahan dalam percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional pada tahapan-tahapan, perencanaan, penyiapan, transaksi, konstruksi, serta kemudahan dalam operasional dan pemeliharaan.
Baca Juga: Pemerintah kebut penyelesaian aturan turunan UU Cipta Kerja
Hingga September 2020, setidaknya terdapat beberapa isu terkait PSN diantaranya terkait perencanaan dan penyiapan, perizinan, pendanaan, konstruksi, dan lahan.
KPPIP menerangkan substansi percepatan pada RPP Kemudahan PSN sebagai berikut. Pertama, terkait perencanaan. Substansi berisi diantaranya pengendalian percepatan perizinan dan nonperizinan oleh Menko Perekonomian, proyek dapat dilanjutkan dengan rekomendasi Menteri jika belum sesuai tata ruang (darat dan laut), mengacu pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
Kemudian, rencana Induk Sektoral menyesuaikan PSN, dukungan kelayakan dan jaminan proyek, dan pelaksanaan KPBU dalam skala kecil (small scale PPP).
Baca Juga: RPP kemudahan berusaha dalam bidang perpajakan dinilai positif
Kedua, terkait aspek penyiapan. Substansi berisi diantaranya proyek PSN diprioritaskan mendapat PDF (project development facility) dan biaya sewa, pemindahan dan rehabilitasi aset BUMN ditanggung Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) berdasarkan perhitungan Penilai Pemerintah.
Ketiga, terkait aspek transaksi. Substansi berkaitan dengan Tahap penyiapan diselesaikan PJPK sebelum lelang, pengadaan badan usaha melalui beauty contest atau Panel Badan Usaha, penarapan mekanisme Swiss Challenge untuk proyek yang diprakarsai oleh Badan Usaha. Kemudian, Financial Close dalam 90 hari dan jaminan terhadap Risiko Politik.
Keempat, terkait aspek konstruksi. Substansi berkaitan dengan pengajuan uji kelayakan konstruksi 30 hari kalender sebelum provisional handover dan percepatan penerbitan sertifikat kelaikan fungsi oleh K/L sesuai NSPK.
Kelima, terkait aspek pengelolaan aset. Substansi berkaitan dengan PJPK menyusun rencana operasi dan pemeliharaan asset dan percepatan peralihan aset menjadi BMN/BMD pasca berakhirnya kerjasama.
Keenam, terkait aspek pengadaan. Substansi berkaitan dengan pemanfaatan panel konsultan, pemanfaatan panel badan usaha, mekanisme penunjukan langsung, dan pemanfaatan panel penyedia pembiayaan (Pool of Lender).
Ketujuh, terkait aspek penanganan dampak sosial. Substansi berkaitan dengan Pemerintah menyediakan program dan anggaran penanganan dampak social dan Badan usaha dapat membantu penyediaan program dan anggaran.
Kedelapan, terkait aspek pelaporan. Substansi berkaitan dengan PJPK dan pemangku kepentingan terkait wajib memberikan informasi perkembangan proyek setiap 3 bulan atau sewaktu-waktu kepada Menko Perekonomian.
Baca Juga: UU Cipta Kerja ciptakan pasar tenaga Kerja yang fleksibel di Indonesia
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, dengan adanya RPP tersebut diharapkan proses kerumitan yang seringkali dihadapi terkait koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa diminimalkan. Sebab kerap kali koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sinkron karena beberapa kebijakan di pusat terkadang terbentur oleh peraturan daerah di pemerintah daerah.
Lebih lanjut Yusuf menilai perlu ada dua hal yang menjadi perhatian dalam pembentukan RPP Kemudahan Berusaha bagi Pelaksanaan PSN. Pertama, harus ada rentang waktu yang jelas dalam proses pengurusan adminitrasi pelaksanaan PSN.
“Jadi tidak ada ketidakjelasan waktu pelaksanaan administratif yang kemudian berlarur – larut,” ujar Yusuf ketika dihubungi, Minggu (15/11).
Kedua, setiap daerah diminta agar menyelesaikan pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Karena RTRW dibutuhkan untuk kebutuhan tanah yang akan dibangun untuk PSN apakah sudah sesuai.
“Ini yang di masa lampau kerap kali menjadi masalah,” tutur Yusuf.
Sebagai informasi, Kemudahan Proyek Strategis Nasional tercantum dalam pasal 173 UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pasal 173
(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bertanggung jawab dalam menyediakan lahan dan Perizinan Berusaha bagi proyek strategis nasional dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah.
(2) Dalam hal pengadaan tanah belum dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional dapat dilakukan oleh badan usaha.
Baca Juga: Kadin gelar Jakarta Food Security Summit (JFSS) kelima
(3) Pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan mempertimbangkan prinsip kemampuan keuangan negara dan kesinambungan fiskal.
(4) Dalam hal pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh badan usaha, mekanisme pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan tanah dan Perizinan Berusaha bagi proyek strategis nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya: Dorong Ketahanan pangan, Kadin perkuat kemitraan dengan petani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News