Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Keenam, terkait aspek pengadaan. Substansi berkaitan dengan pemanfaatan panel konsultan, pemanfaatan panel badan usaha, mekanisme penunjukan langsung, dan pemanfaatan panel penyedia pembiayaan (Pool of Lender).
Ketujuh, terkait aspek penanganan dampak sosial. Substansi berkaitan dengan Pemerintah menyediakan program dan anggaran penanganan dampak social dan Badan usaha dapat membantu penyediaan program dan anggaran.
Kedelapan, terkait aspek pelaporan. Substansi berkaitan dengan PJPK dan pemangku kepentingan terkait wajib memberikan informasi perkembangan proyek setiap 3 bulan atau sewaktu-waktu kepada Menko Perekonomian.
Baca Juga: UU Cipta Kerja ciptakan pasar tenaga Kerja yang fleksibel di Indonesia
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, dengan adanya RPP tersebut diharapkan proses kerumitan yang seringkali dihadapi terkait koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa diminimalkan. Sebab kerap kali koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sinkron karena beberapa kebijakan di pusat terkadang terbentur oleh peraturan daerah di pemerintah daerah.
Lebih lanjut Yusuf menilai perlu ada dua hal yang menjadi perhatian dalam pembentukan RPP Kemudahan Berusaha bagi Pelaksanaan PSN. Pertama, harus ada rentang waktu yang jelas dalam proses pengurusan adminitrasi pelaksanaan PSN.
“Jadi tidak ada ketidakjelasan waktu pelaksanaan administratif yang kemudian berlarur – larut,” ujar Yusuf ketika dihubungi, Minggu (15/11).
Kedua, setiap daerah diminta agar menyelesaikan pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Karena RTRW dibutuhkan untuk kebutuhan tanah yang akan dibangun untuk PSN apakah sudah sesuai.
“Ini yang di masa lampau kerap kali menjadi masalah,” tutur Yusuf.