Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Wacana Bank Sentral Amerika Serikat The Fed untuk menaikkan suku bunga memunculkan kekhawatiran atas dampak negatif ke perekonomian dalam negeri.
Namun, menurut Deputi Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Kewirausahaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady, Indonesia tak perlu khawatir terkena imbas, terutama dilihat dari sudut pandang sektor riil.
"Ekspor kita ke sana umumnya adalah barang komsumsi. Berarti nanti barang konsumsi di sana kosong, kita bisa isi," ungkapnya seusai diskusi panel di Kemenko, Jakarta, (25/3). Komoditas ekspor utama Indonesia ke negeri Paman Sam adalah crude petroleum oil (CPO), tekstil, udang, ikan, dan peralatan kantor.
Edy menegaskan, mitigasi risiko tentu sudah disiapkan otoritas moneter, baik oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Risiko sektor riil pun tergolong relatif kecil, karena dalam 3 bulan terakhir nilai tukar rupiah tergolong stabil meskipun meninggi.
Tantangan jika suku bunga negara maju naik adalah kemauan financing dalam negeri untuk mendukung pendanaan ekspor mengingat dari segi kemampuan investasi, hanya usaha menengah yang modalnya mencukupi. "Sementara perbankan hanya melihat untuk kredit konsumsi dan modal kerja, tapi tidak banyak soal kredit investasi," pungkas Edy.
Kemenko mendorong peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai penyedia post-shipment financing agar menciptakan ekspansi pasar untuk memenuhi ekspor.
Lebih jauh, fasilitas tersebut juga bisa digunakan perusahaan yang menunggu procurement dari pemerintah seperti PT Dirgantara Indonesia sehingga produk ekspor ke AS yakni bagian pesawat bisa selalu tersedia dan tak melulu harus menunggu kucuran dana pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News