Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah menilai pernyataan gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (Fed) Janet Yallen telah memberikan kepanikan bagi pasar dalam negeri. Pasalnya, Yallen berencana akan menaikkan suku bunga menjadi 1% pada akhir 2015, dan 2,25% di tahun 2016.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan, pasca pengumuman itu sejumlah mata uang terdepresiasi, termasuk rupiah. Bukan hanya itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menyentuh 4.700,21 pada penutupan hari Jumat (21/3) lalu.
Dengan kondisi itu, Firmanzah khawatir, jika The Fed benar-benar merealisasikan rencananya maka akan banyak dana yang keluar dari dalam negeri. Menurutnya, pembalikan modal ke nagara maju ini harus segera diantisipasi.
Sebab, jika banyak dana yang keluar dampaknya akan cukup besar menekan IHSG maupun nilai tukar rupiah. "Dalam jangka pendek, ekonomi Indonesia akan disibukkan dengan perumusan kebijakan antisipasi tapering off, dan kenaikan suku bunga The Fed," katanya, Senin (23/3).
Saat ini, pemerintah tengah memfinalisasi paket kebijakan ekonomi jilid tiga. Firmanzah berharap, paket kebijakan ini nantinya bisa mengurangi tekanan dalam jangka pendek dan memberikan kepercayaan kepada pasar.
Salah satu kebijakan yang akan dikeluarkan itu, di antaranya terkait insentif bagi dana repatriasi asing yang akan diinvestasikan di Indonesia. Ini dipercaya bisa mengurangi capital outflow yang akan terjadi.
Namun, Firmanzah meyakini, sejauh ini aliran modaal ke pasar domestik masih cukup deras. Hingga bulan Ferbruari 2014 saja, aliran dana yang masuk ke pasar obligasi domestik mencapai Rp 16,3 triliun. Jumlah ini lebih tinggi 200% dibanding Januari yang hanya Rp 5,16 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News