kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RI Diminta Mendefinisikan Kembali Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif, Ini Alasannya


Selasa, 09 Januari 2024 / 16:54 WIB
RI Diminta Mendefinisikan Kembali Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, menyampaikan pencapaian kinerja diplomasi Indonesia dalam sembilan tahun terakhir selama Ia menjabat sebagai Menteri Retno Marsudi mengklaim berhasil mengukuhkan posisi Indonesia di pasar global. Ia juga menyampaikan hal ini saat menggelar konferensi pers di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1/2023) tempat bersejarah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika pertama yang digelar tahun 1955. FOTO: KONTAN / Syamsul Ashar


Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto

Kebijakan luar negeri bebas aktif perlu juga diimbangi dengan kebijakan domestik yang mampu mendukung dilakukannya diversifikasi negara asal investasi asing dan menarik keterlibatan dari sektor swasta. 

"Untuk memastikan terjadinya progres industrial, kebijakan Indonesia perlu memastikan kepastian hukum bagi investasi mineral yang cenderung bersifat jangka panjang, kesepahaman antara kementerian/lembaga mengenai rencana industrialisasi mulai dari yang membidangi urusan ekonomi sampai urusan luar negeri, serta rasa keterdesakan (sense of urgency) untuk beradaptasi dengan tren global yang ada," ujarnya.

Sementara itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan survei “Persepsi Elit Indonesia Mengenai Rivalitas China-AS di Indo Pasifik.”

Peneliti Pusat Riset Politik Emilia Yustiningrum mengatakan bahwa elite pemerintah juga sepakat bahwa rivalitas AS dan China sangat berpengaruh di Indonesia, salah satunya di bidang politik. 

Baca Juga: Apa Itu Alutsista? Ini Contohnya di TNI AD, AU, AL, dan Anggaran Alutsista Kemenhan

"Pengaruh China bisa terlihat dari kesepakatan mengenai kereta cepat Jakarta-Bandung, energi di Kalimantan Utara, pertambangan di Sulawesi Tenggara, serta pariwisata di Bali. Itu punya pengaruh signifikan," katanya.

Sedangkan, dalam soal pertahanan keamanan, AS lebih memberi pengaruh pada Indonesia dibanding China. 

Kendati begitu, adanya persaingan antara AS dan China, kerja sama dengan keduanya masih dianggap menguntungkan bagi Indonesia.

Survei itu juga menunjukkan para responden sepakat bahwa rivalitas AS-China mempermudah Indonesia menjalin kemitraan strategis dengan negara besar, dalam konteks kerja sama, tanpa harus menjadi anggota aliansi dari salah satu pihak.

"Mereka juga sependapat ASEAN mengenai Indo Pasifik masih dibutuhkan untuk menghadapi rivalitas AS-China," pungkasnya.

Selanjutnya: Pantau Harga Saham CGAS, BREN, dan GOTO yang Beda Arah di Bursa Selasa (9/1)

Menarik Dibaca: 5 Manfaat Hubungan Intim untuk Kesehatan Mental, Pasutri Harus Tahu!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×